Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Jangan Bersikap Malas, Hasilnya Nanti Kekecewaan

Diperbarui: 19 Maret 2018   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengaji Kitab di Ponpes Assalafiyah Brebes/Doc Pribadi

Malam ini penulis kembali mengaji kitab Ta'lim Muta'alim di Ponpes Assalafiyah 2 Saditan Kelurahan Brebes Jawa Tengah. Dibacakan dan diterjemahkan oleh KH. Subhan Makmun. Senin (19/3/2017). Tema Topik Malas Tidak Dapat Kelebihan.

Segala sesuatu jangan terburu-buru tapi dalam kondisi santai, perbuatan baik mesti banyak orang dicirikan, bahkan bisa jadi hiasan, tinggal disesuaikan, kebaikan tanpa diucapkan nanti ditiru. Walaupun tidak dipamerkan, tetap akan ditiru. Amalan baik itu harus ikhlas pasti digugu atau ditiru, nanti banyak yang himmah atau cinta kepada kebaikannya. Tapi kalau congkak, pasti banyak yang tidak senang dengan perbuatannya.

Sebaik apapun kalau orangnya cules atau malas itu pasti banyak yang tidak senang, contoh seorang santri kalau cules mencuci baju maka bajunya jadi sampah, karena tidak mau dicuci hingga beberapa hari, akhirnya masuk tong sampah, akhirnya dibuang ke tong sampah, saat ditemukan warga lalu dibersihkan atau di cuci mereka dan bisa digunakan lagi.

Malas itu ciri-ciri orang yang tidak berhasil, malas belajar, malas bekerja dan malas menghafal dan banyak ragam jenisnya malas. Contoh kita dapat pembantu malas maka majikan jelas sewot atau kecewa karena dapat pembantu yang malas, contoh lagi kita malas sholat termasuk malas belajar, bagi santri yang belajar dengan sungguh-sungguh maka akan diberikan hasil yang sesuai dengan amalannya, tapi bagi yang selama jadi santri malas maka dia itu tetap diberikan rasa getun (kecewa), karena malas ini yang menjadikan sumber penyakitnya.

Cules atau kemalasan menghasilkan rasa malu, lemah, kecewa. Bagi manusia yang ditimbulkan sangat merugikan dirinya, contoh sudah tua kecewa kenapa tidak dari muda belajar, masa muda jangan disia-siakan, masa muda itu ibarat emas karena mempunyai kekuatan yang lebih, coba saat sudah tua, mau olahraga saja susah, takut nanti saat jalan pakai kursi roda baru merasakan kekecewaan dikemudian hari. Saat temannya berhasil, baru dia merasakan getun, kenapa tidak meniru jejak teman sekolahnya atau cara belajarnya saat menjadi santri.

Fadhilah ilmu bila pada orang yang malas, misalnya merasakan malu saat belajar atau meremehkan orang lain saat belajar maka orang tersebut tidak diberikan kemulyaan. Seorang tholibul ilmi harus semangat dan membiasakan dalam belajar dengan rajin dan kerja keras.

Ilmu itu kekal, harta itu rusak. Bila anda punya ilmu terus anda meninggal, maka ilmunya bisa berkembang, padahal ahli ilmu ini sudah meninggal dunia, mengamalkan ilmu atau shodaqoh ilmu itu malah bertambah, karena sudah diterima oleh santri, dan sudah membekas di pikiran santri, maka ilmu nabi ini akan berkembang secara terus menerus. Hidup dengan ilmu, dimanapun laku keras, apalagi menguasai semua bahasa. 

Coba jika kita kasih harta, atau bingkisan kepada orang lain, maka sekali dikasihkan habis, tidak membekas karena harta tidak dibawa sampai alam akhirat, hanya ilmu dan amal jariyah serta amalan ibadahnya yang menjadi bekal hidupnya saat di dunia. 

Kata sahabat Ali, harta dimiliki oleh orang kafir, silahkan, tapi ketika kita punya ilmu agama maka ilmu nabi akan langgeng sampai dunia ini kiamat. Aku rela pembagian Allah diberikan harta kepada musuh-musuhku, tapi Allah memberikan ilmu kepada orang mukmin maka hartanya bermanfaat, dan anaknya sholeh maka bisa menarik orang tua saat diakhirat, begitu bila orangtuanya yang dinaikkan derajatnya maka anaknya bisa ditarik karena orangtuanya bisa masuk surga. 

Kehilangan orang yang berilmu bisa meresap diudara, dilaut, di darat, semua makhluk mendoakan bagi mereka yang belajar ilmu, apalagi jauh dari orangtua, malaikat akan mendampinginya, burung, ikan pun serta tumbuh-tumbuhan mendoakan bagi mereka yang tholabul ilmi. 

Ilmu kehidupan abadi yang tidak akan hilang, contoh KH. Hasyim Asy'ari, para auliya, para waliyullah dan para ulama yang sudah meninggal karena mereka mengamalkan ilmunya kepada generasi penerusnya, dan terus mengembang hingga sampai santri yang sekarang mengaji di pondok pesantren atau majlis ta'lim yang ada di semua penjuru tanah air. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline