Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com

Seksinya MPR 2019 di Antara Keinginan Elit Feodal dan Visi Menuju Indonesia Maju

Diperbarui: 19 Agustus 2019   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seksinya MPR 2019 Keinginan Elit Feodal Menuju Indonesia Maju

Berdiskusi dengan rekan Kompasianer membuat jadi berpikir ulang untuk menulis tema MPR. Sejak beberapa hari lalu sebenarnya sudah ada yang mengganjal, saat Fadli Zon setuju penambahan kursi untuk wakil  ketua MPR. Hal yang remeh karena orang itu juga soal bagi-bagi kue semata.

Ketika melebar adanya ide untuk menggembalikan pemilihan presiden melalui lembaga ini, jadilah tertarik untuk membahasnya. Apalagi membaca soal sidang doktoral polisi Boy Rafi Amar berkaitan pertanyaan dari Tito Karnavian, yang menanyakan soal demokrasi liberal dan demokrasi Pancasila. Ada yang cukup menarik dan kembali pada sejarah dan jati diri bangsa.

Benar bahwa sila keempat itu permusyawaratan/perwakilan, bukan one men one vote, sangat jelas dan gamblang. Melihat rekam jejak berdemokrasi bangsa ini, patut dilihat lagi karena, beberapa hal.

Sila Pancasila itu disusun di tengah para pendiri bangsa yang jiwa negarawannya sangat teruji. Ketulusan demi bangsa dan negara baik dan mumpuni. Sepanjang di dunia tidak akan ada yang lepas ari kepentingan. Namun paling tidak meminimalkan kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa dan negara.

Kita lihat saja dengan banyaknya kepentingan dalam pemilu bisa orang dan kelompok menjual kekerasan, fitnah, penggiringan opini sesat, bahkan pembuatan UU-pun ditengarai banyak melibatkan kepentingan dan jual beli. Miris bukan jika demikian?

Beberapa bukti mentahnya produk perundang-undangan, entah karena bisnis atau kepentingan sektarian, ketika diajukan uji materi ke MK banyak yang gugur dan dianulir. Ini jelas bahwa para pemangku kepentingan yang ada di sana masih cukup diragukan untuk bisa memilih pemimpin nasional.

Penguatan MPR bukan dengan mengembalikan pemilihan presiden melalui mereka. Belum saatnya, apalagi korupsi masih demikian marak melibatkan merekaa-mereka juga. 

Jangan katakan, menghakimi di depan, lha buktinya apa untuk percaya MPR bisa memilih dengan pilihan terbaik? Jangan sampai hanya karena ide pilihan presiden lebih murah.

Pemilihan langsung sangat-sangat mahal karena memang pemilu tercipta dengan  politik uang dulu. Ini bukan soal mekanisme dan cara pemilihan yang salah, namun pendidikan politik dan cara berpolitiknya yang harus diperbaiki. 

Nyatakan orang yang maling maju menjadi pimpinan dengan membeli masih bisa juga laku dan jadi. Sangat mungkin hal yang sama terjadi di gedung Majelis untuk itu. Sangat masih jauh dari bis dipercaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline