Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com

Simalakama Ahok, Cari Masalah atau Solusi?

Diperbarui: 30 Agustus 2016   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Efek La Nina menyangkut juga pilkada Jakarta. El Nino membawa akibat panas dan kering, La Nina membawa pengaruh basah dan hujan, tidak heran ada banjir. Banjir menjadi bahan untuk mengritisi Ahok, saya katakan mengritisi bukan menghujat biar adem seperti La Nina bukan era El Nino. Soal Ahok yang gagal bagi yang memang tidak berpihak pada Ahok atau banjir memang baru kali ini, bagi pendukung Ahok. Semua boleh dan sah saja. Faktanya memang demikian.

Banjir sudah surut dan petugas sudah kerja keras. Apa selanjutnya itu yang penting, yaitu agar tidak ada lagi genangan atau banjir, apalagi yang membawa korban jiwa dan harta benda yang sangat besar. Ahok mewacanakan, bangunan di sana dibeli dengan harga lebih dari NJOP, kalau tidak mau disita. Apa artinya? Tentu “persaingan” di pilkada sudah berancang-ancang untuk menjadikan ini sebagai masalah besar. Akan datang soal dasar hukum. Opsi ini pasti menimbulkan keributan baru.

Tidak melakukan ini, Ahok dikatakan kalau bangunan mewah tidak berani, coba kalau itu rumah orang kecil, miskin, dasar pembela kaum elit.  Sungai-sungai lain dinormalisasi, menggusur dengan kekerasan, kog ini tidak? Santapan lezat kedua sisi.

Apapun pilihan Ahok jadi santapan mantab bagi koleganya. Apa yang bisa dilakukan?

Model pemindahan ala Jokowi dikedepankan. Ini mereka memiliki sertifikat, bukan saatnya mencari yang salah, yang pasti bahwa air sudah meluap karena sungai sempit. Pendekatan personal, bukan hukum dan kekuasaan.

Pendekatan personal bisa membawa kesadaran adanya pelanggaran di masa lalu, pembiaraan kolektif dan sekian lama, serta gaya baru yang bisa menjadi contoh bagi tempat lain. apakah ini mudah? Tentu tidak. Relasi Ahok di mana-mana tentu bisa membantu.

Model Orba demi kepentingan umum bisa pula dikedepankan, namun apa mau itu yang menjadi persoalan. Dengan cara yang tepat tentu bisa saja terjadi, meskipun sulit bukan berarti tidak mungkin.

Kerja keras biro hukum menghadapi keadaan yang dengan mudah dipastikan akan datang pembelaan dan kali ini tentunya kaliber pembelanya jauh lebih berbobot dan tidak main-main. Ini tentu pilihan terakhir jika kesadaran itu sudah terbentuk.

Banjir dan kekacauan demi kekacauan Jakarta sebenarnya membawa kesadara baru. Mau dijadikan apa Jakarta ke depan. Apakah semua pusat atas ekonomi bisnis, pemerintahan, hiburan, dan segala tetek bengek tetap akan di Jakarta?

Banjir ini bukan hanya satu-satunya masalah, namun kompleks termasuk macet, dan segalanya. Jika ada pembagian pusat itu tidak harus Jakarta tentu bisa terurai. Misalnya industri itu di Sumatera, tentu signifikan mengurangi kendaraan yang memenuhi Jakarta. Kurangnya kendaraan termasuk juga akan mengurangi luasan hunian dan garasi bukan? Sehingga tidak perlu mendesak sungai untuk dijadikan hunian.

Jakarta fokus saja menjadi pusat atas pemerintahan saja, jadi perwakilan negara sahabat, kementerian, lembaga-lembaga negara. Di luar pemerintahan biar di daerah lain. Hiburan mengapa harus Jakarta? Dulu SCTV itu ada di Surabaya malah ditarik ke Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline