Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Dua Mawar

Diperbarui: 23 Oktober 2020   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by LOGAN WEAVER on Unsplash

Malam baru saja mengubur sisa-sisa senja saat kau datang tanpa senyuman. Matamu sembab dengan kelopak yang terlihat berat. Aku biarkan kau duduk dalam diam di kursi kosong yang sekian lama sabar menunggu kehadiranmu. Tepat di sampingku. 

Ah, halaman rumah tua ini terlalu sunyi tanpa dirimu. Nyaris tak berarti. 

Namun, aku tahu kau pantang memulai percakapan dengan gerutu. Rerintik hujan yang terdengar dari atap seng rumah segera menyelamatkan kesepian kita, aku dan kau haru mendengarkannya. 

Kali ini kau sudah terlalu lama duduk membungkam di kursi. Aku harus lekas mendobrak pintu mulutmu.

"Kau sepertinya baru selesai menangis?" tanyaku dengan suara sengaja lembut.

Kau mengangguk. Matamu kosong memandang bulir-bulir air dari langit yang jatuh ke pot-pot bunga tak jauh di hadapan kita. Bunga-bunga yang kau sendiri menanam dan menatanya. Di sana juga terlihat Seffron, bunga yang konon digandrungi sang ratu Cleopatra. 

"Airmataku memang baru saja kering," katamu. Sorot matamu yang sedari tadi kosong perlahan seperti menyala berisi bunga-bunga api.

"Apa yang membuatmu sedih? Bukankah udara malam begitu sejuk?"

"Aku menangis bukan untuk meratapi kesedihan!"

"Lalu?"

Kau meninggalkan kursi. Berdiri memunggungiku kira-kira satu depa, mendekati pot-pot bunga itu. Aku masih diam menunggu jawabmu meski mulai diganggu rasa ingin tahu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline