Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Mengenal Gereja HKBP Legacy Belanda di Kota Sukabumi

Diperbarui: 13 September 2022   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gereja HKBP Sukabumi dan para remaja yang disidi pada 1970-an. Foto : Parlin Pakpahan.

Mengenal Gereja HKBP Legacy Belanda Di Kota Sukabumi

Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Siapa yang tak kenal nama legendaris itu? Pasti kenal-lah. Kalau tidak kenal, bisa dipastikan dia bukanlah bangsa awak. Orang Eropa dan China Hokkian penjelajah saja tahu. Sebagian masa lalu mereka ada terekam disana.

Ketiga gunung itu sebagian terletak di wilayah Bogor dan sebagian lainnya di wilayah Sukabumi. Bogor sangat dikenal tentu karena orang sudah lama tahu ada Kebun Raya peninggalan Belanda disitu dan ada sebuah institut pertanian tempo doeloe yang kemudian menjadi IPB di zaman merdeka.

Tampak depan gereja HKBP Sukabumi. Foto : Parlin Pakpahan.

Tak heran Sukabumi sejauh ini hanya dikenal sebagai sebuah kota kecil yang berudara sejuk di lereng Gunung Gede dan dikenal sebagai penghasil Kue Mochi khas Sukabumi. Padahal Sukabumi lebih dari itu, misalnya nama ketiga gunung legendaris tsb di atas berhubungan dengan areal perkebunan teh Belanda yang luasnya ribuan hektar di wilayah Sukabumi dan laris manis luarbiasa di pasar Eropa sejak akhir abad 16 s/d awal abad ke-20.

Kita sebut saja nama Goalpara, Gunung Manik, Perbawati, Parakansalak dst. Gunung Manik sebagai contoh, tak jauh dari terowongan KA Lampegan, adalah salah satunya dimana dalam kenangan masa kecil ini Ayah saya dulu bekerja sebagai Admin Perkebunan Teh Swasta disana.

Sukabumi harus diakui adalah salah satu daerah yang subur di Jabar. Tak heran kota Sukabumi sudah dikolonisasi Belanda sejak abad 17 dan membesar di abad 18 sampai awal abad 20. Yang tadinya Cikole Kabupaten Cianjur dan tak masuk hitungan, kemudian menjadi kota Sukabumi. Cikole dipilih menjadi kawasan hunian, sedangkan pusat niaga di bagian selatannya. Kota Sukabumi dinilai strategis dalam arti niaga, karena menghubungkan Batavia dan Bandung Priangan.

Lampu gantung antik di gereja HKBP Sukabumi. Foto : Parlin Pakpahan

Kepatihan Sukabumi pada akhir abad 18 dikepalai oleh Raden Noh (Aria Wiradatu Datar IV/Bupati Cianjur) yang diangkat sebagai seorang patih. Belanda tentu bermaksud agar warga setempat bisa diemong dengan baik oleh sesamanya. Sukabumi kemudian dikembangkan Belanda menjadi 7 Distrik yi Gunungparang (asal muasal Sukabumi), Distrik Cimahi, Distrik Ciheulang, Distrik Cicurug, Distrik Jampang Tengah dan Distrik Jampang Kulon.

Bouwplan atau rencana pembangunan fisik kota Sukabumi sudah dimulai pada akhir abad 19 seperti setasiun KA yang sudah beroperasi sejak 1882, menyusul hunian Belanda di Cikole, hunian Chinese di Pejagalan, pembangunan tempat ibadah Kristen/Katholik dan Muslim serta China mulai dari Cipelang hingga Pejagalan dan Cikole dan pembangunan pusat niaga di kitaran Achmad Yani dan Jln Pelabuhan sekarang. Pendek kata, awal abad 20 kota Sukabumi sudah ramai dihuni Belanda dan China dengan warga inti yi native Sukabumi yang sejak awal memang berpusat di Kawasan Cikole.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline