Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Sesekali Guru Juga Perlu Bersikap "Bodo Amat"!

Diperbarui: 15 Desember 2020   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi "Bodo Amat". Gambar oleh Pezibear dari Pixabay 

"Ah, saya tak terlalu peduli dengan kata serta sikap orang. Terpenting tugas saya hari ini saya jalankan. Saya masuk hari ini, sebagaimana jadwal sekolah yang ditetapkan. Terserah mereka mau menilai saya sok rajin, sok peduli. Terserah mereka juga mau masuk ataupun tidak. Bodo Amat!"

Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang guru senior di sebuah SD negeri sesaat jelang pulang sekolah.

Semenjak pandemi, hawa di sekolah menjadi cukup berbeda. Pertemuan antar sesama guru jadi terpangkas sebagai imbas diberlakukannya PJJ. Karena fasilitasnya tak memungkinkan, sekolah tersebut hanya menggelar pembelajaran tatap muka seminggu sekali dengan kondisi khusus.

Alhasil, sistem pengajaran, piket guru, hingga jadwal pelajaran pun berubah. Sangat disayangkan. Sistem baru yang sudah diketok palu secara musyawarah tidak berjalan dengan semestinya. Ada pihak yang tetap bersemangat, dan sebagian darinya "angin-anginan".

Kalau ditanya mengapa angin-anginan, "dalih terbaik" untuk menjawabnya masih dipegang oleh kata "pandemi". Terang saja, sudah hampir setahun ekstrakuliker berhenti sehingga pemasukan seorang guru dari sana juga disetop.

Dilema, kah? Mungkin iya. Tak bisa kita berbicara lebih jauh. Sedangkan di sisi lain, eksistensi sekolah juga selalu diamati oleh warga sekitar.

Sederhananya begini, kalau sekolah tutup karena dewan guru dan staf tidak ada yang datang piket, maka persepsi masyarakat sekitar jadi aneh-aneh. Hal tersebut dalam kelanjutannya akan berpengaruh besar terhadap reputasi sekolah.

Tapi, permasalahannya adalah, sejauh mana guru dan segenak pihak peduli dengan sekolah?

Mengajar di SD negeri menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Terlebih lagi ketika guru yang dimaksud telah menetap di desa dekat sekolah. Sudah pasti banyak mata yang memandang sang guru. Bahkan, apa-apa yang terjadi di sekolah seringkali disangkut-pautkan kepadanya.

Dibandingkan dengan guru di SD yang sama namun tinggal di desa lain, secara tidak langsung bebannya memang lebih berat. Apalagi jika guru yang dimaksud sudah cukup senior, maka kepedulian yang ditampakkan juga perlu seimbang dengan title "senior".

Namun, kepedulian dengan tingkatan "senior" tidak selalu disenangi oleh rekan kerja. Bukan salah si pihak yang peduli, melainkan si rekan kerja yang cenderung iri. Dalam ruang kerja, fenomena seperti ini sesekali pernah terjadi, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline