Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Duhai Mahasiswa, Jangan Takut KKN di Desa!

Diperbarui: 4 September 2019   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KKN di Desa Kayu Manis, Bengkulu Tahun 2015. (dokpri)

KKN di perkotaan? Mungkin tidak berguna lagi, karena suasana perkotaan cenderung sepi.  Peliknya kehidupan, menyebabkan masyarakat kota berperilaku individualis, kurang bermasyarakat, dan kurang peduli. Terlebih lagi jika banyak para milenial di sana. Memang tidak semuanya, tapi ini mayoritas. Jika mahasiswa KKN di perkotaan, mungkin mereka hanya akan "di manfaatkan" oleh masyarakat kota.

Beda dengan masyarakat di perkotaan, Orang-orang desa lebih antusias menyambut mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata). Apalagi jika desa mereka belum pernah tersentuh aktivitas mahasiswa pengabdian. Sebagai tamu baru yang belum pernah dikenal sebelumnya, KKN di desa sering diperlakukan secara spesial oleh masyarakat.

Terang saja, wajah-wajah ceria dan senyum memesona para mahasiswa KKN seakan menimbulkan harapan baru bagi mereka, bagi anak-anak mereka, dan bagi desa mereka. Pemahaman yang awam terhadap KKN menyebabkan masyarakat desa menilai anak KKN itu bisa apa saja. Mulai dari urusan desa, urusan karangtaruna, urusan sekolah, bahkan urusan keagamaan.

Mereka tidak peduli dengan title akademik dan jurusan masing-masing mahasiswa. Kadang kala, anak KKN yang basisnya bukan guru, diminta mengajar disekolah. Anak KKN yang basisnya bukan agama diminta jadi imam dan mengisi pengajian. Mau menolak? Tidak bisa! Hebatnya, masyarakat akan tetap memaksa dan menganggap anak KKN mampu melaksanakannya.

Masyarakat desa tahunya anak KKN itu mampu segala hal, karena sudah "kuliah". Bagi mereka, anak KKN cenderung berbeda "kualitas" dibandingkan dengan masyarakat yang mungkin hanya tamat SMP atau SMA, bahkan banyak yang hanya tamat SD.

Kesan Pertama Harus "Wow"

Dalam hidup bermasyarakat, kesan pertama kita sebagai "orang baru" sangat penting. Elok atau tidaknya kesan pertama, akan berpengaruh pada spesial atau tidaknya kita diperlakukan di desa. Jika kesan pertama kita dipandang baik bagi mereka, maka kita akan dihargai dan diperhatikan. Sebaliknya, jika kesan kita malah "negatif", masyarakat desa akan menaruh sinisme berkepanjangan. Begitupula dengan anak KKN.

Uniknya, sinisme di masyarakat sangat cepat berkembang dan lama untuk terhapus. Berkat informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, anak terlahir pandangan bahwa anak KKN itu seperti ini seperti itu. Entah dipandang sombong, sok kaya, tidak peduli, tidak sopan, dan sebagainya. Sayangnya, pandangan ini akan lama terhapus. Dan akibatnya, anak KKN tidak bisa mengaktualisasikan rencana dan program kerja mereka.

Beda hal jika kesan pertama anak KKN di mata masyarakat itu "wow" alias bagus. Mulai dari ramah, perhatian, sayang anak, peduli lingkungan, sopan, bahkan sering senyum, semuanya akan melekat dihati dan pikiran masyarakat desa. Hebatnya, karena kesan yang wow ini banyak dari masyarakat desa yang langsung hafal dengan nama-nama mahasiswa KKN. Terutama anak-anak dan emak-emak.

Tak heran jika hari pertama KKN, sekretariat mereka sudah penuh oleh tamu seharian. Saat siang mungkin anak-anak yang bertamu. Saat sore, emak-emak yang bertamu. Saat malam, muda-mudi dan bapak-bapak yang bertamu. Anak KKN malah capek? Tentu saja tidak, karena ini menandakan bahwa KKN mereka dihari pertama sukses besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline