Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Polusi dan Derita Pejalan Kaki

Diperbarui: 5 Agustus 2019   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi polusi udara| Sumber: DragonImages

"Pejalan kaki ibarat Tamu Jalan yang harusnya dihormati"

Ibaratkan tamu agung, pejalan kaki sudah selayaknya dihormati. Mereka sejatinya adalah pelopor hidup sehat. Terang saja, dengan semakin meningkatnya kebutuhan hidup, orang-orang seakan lebih senang menaiki kendaraan pribadi maupun kendaraan umum daripada harus berjalan kaki. Alasannya tentu demi efisiensi waktu, dan terkadang karena "gengsi".

Dengan banyaknya kendaraan yang lewat di jalan raya, para pejalan kaki seakan dianggap "lemah". Terlebih lagi jika tidak ada trotoar, maka mereka seakan "tertindas" oleh polusi kendaraan dan polusi suara. Belum lagi jika banyak kendaraan yang "sok" raja dan mau cepat dijalanan. Hello, jalan raya bukan punya Bapakmu!

Belum cukup, derita pejalan kaki kian bertambah di saat kemarau datang. Disamping asap kendaraan yang menyakitkan hidung, pejalan kaki juga dihadapkan dengan banyaknya debu dan pasir dipinggir jalan. Jika ada beberapa mobil saja yang lewat, maka perihlah mata bertangiskan emosi karena debu. Sungguh menyesakkan.

Apalagi jika jalan raya dibuat "setengah-setengah". Pinggiran jalan yang tidak diaspal dan juga tidak di semen seringkali menyebabkan debu berkumpul. Naasnya tidak ada trotoar serta rerumputan yang dapat menghalangi debu. Mau tidak mau pejalan kaki akan tetap tersiram debu. Jikalau untuk mata dan wajah, bisalah pakai masker, tapi jika debu terkena pakaian? Apakah mereka harus berlampiskan jas hujan!

Selain itu, banyak pula kita temukan permukaan jalan yang tidak rata dan cenderung tinggi ditengahnya. Jika musim panas sih tidak begitu kita soalkan, lain halnya ketika musim hujan. Air hujan yang seharusnya berlarian ke siring jalan malah menjadi kolam ikan di Pinggiran jalan. Mirisnya, pejalan kaki akan selalu kecipratan saat ada kendaraan yang lewat.

Kalau sudah seperti ini, siapa yang bisa kita salahkan? Apakah kita harus berteriak kepada jalan raya? Berikut beberapa solusi untuk mengurangi derita pejalan kaki:

Gambar dari Bengkuluekspress.com

Membuat Trotoar
Untuk jalan raya besar atau jalan lintas, sudah seharusnya ada trotoar. Terlebih lagi jika jalan tersebut merupakan area keramaian dan dilalui banyak para pejalan kaki. Contohnya seperti area pasar, area kedinasan, area, perbelanjaaan, hingga tempat ibadah. Adanya trotoar akan mengurangi tingkat penderitaan pejalan kaki, sekaligus mengamankan mereka dari kecelakaan lalu lintas.

Kondisi trotoar biasanya lebih tinggi daripada badan jalan, sehingga pejalan kaki terbebas dari gundukan debu ataupun gundukan air comberan bekas hujan.

Membersihkan Pinggiran jalan
Pinggiran jalan yang kotor tidak jarang menjadi biangnya polusi. Terang saja, tidak sedikit orang yang membuang sampah di pinggiran jalan. Akhirnya tercemarlah udara di sekitar jalan dan tidak jarang membuat para pejalan kaki memilih berjalan di bahu/badan jalan. Tapi lagi-lagi kita tidak bisa menyalahkan seratus persen orang-orang yang membuang sampah di pinggiran jalan.

Kurangnya ketersediaan tempat sampah menjadi alasan utama orang-orang menumpukkan sampah di pinggiran jalan. Maka dari itu, pemerintah daerah maupun desa beberapa kali perlu untuk "blusukan" memperhatikan area jalan yang kekurangan tempat sampah. Dan sekalian, tempat sampah seyogianya haruslah punya tutup, agar tidak menyebabkan polusi udara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline