Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Ketika Pelajar Yogyakarta Duel "Bak" Ksatria Eropa

Diperbarui: 10 November 2021   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ksatria Eropa I Sumber: pngwing.com

Pernah lihat film-film  Eropa dengan alur cerita Eropa Abad Pertengahan. Duel para ksatria sampai mati menggunakan tombak panjang berkendara kuda. Hal yang sama terjadi di Yogyakarta, tragisnya dilakukan oleh pelajar (bukan ksatria)  dengan modifikasi kuda diganti motor, bersenjata bebas. Ada yang tewas dan terluka.

Pintarnya mereka membuat surat perjanjian dan aturan yang mesti dipatuhi oleh kedua kelompok pelajar. Bahasa singkatnya segala sesuatu akibat dari duel ditanggung masing-masing dan tidak boleh melapor ke polisi.

Pelajar gitu loh. Kreatif lagi. Diluar dugaan dengan membuat surat perjanjian. Mereka tahu kalau apa yang mereka lakukan itu salah. Mereka berlindung dengan surat perjanjian.

Adakah yang salah dengan pelajar sekarang? Tidak ada. Mereka tidak salah. Mereka justru benar malah kreatif melindungi diri dengan surat perjanjian yang disahkan oleh kedua belah pihak.

Penulis bukan ahli hukum, apalagi pendidik, apalagi psikolog atau psikiater. Penulis hanya Kompasianer dan memiliki anak. Ini bentuk ketakutan dengan kreativitas perlindungan kriminal oleh pelajar pelaku kriminal itu sendiri.

Dulu para ksatria melindungi dirinya dengan baju besi. Kini para pelajar yang berduel melindungi diri dari tuntutan penegak hukum dengan surat perjanjian yang disahkan oleh kedua belah pihak. Dulu ketika ksatria  duel, hukumnya adalah yang hidup adalah pemenang. Dulu bar bar. Sekarang hukum tegak bukan tombak, bukan pedang, celurit atau senjata modifikasi pelajar.

Terkadang ingin teriak. Di mana guru? Di mana tokoh masyarakt? Di mana Komisi Perlindungan Anak di tingkat provinsi/kabupaten/kota? Di mana eksekutif, legislatif dan bla bla bla. Di mana nilai-nilai luhur lokal sekarang ini. Sudah lah. Aku panggil Kompasianer Mas Joko Martono saja.

Letupan energi pelajar yang tak tersalurkan dan terawasi menjadi ledakan kriminal (juvinele delinquency). Pelajar adalah makhluk pembelajar dari lingkungan dan dari media sosial. Mereka memiliki ego, kepentingan kelompok dan juga eksistensi.

Kalau ada pertanyaan hampa, mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat? Senyuman dikulum sambil ngemut permen kojek terpecahkan dengan surat perjanjian. Mereka sudah tahu dan mereka siap dengan konsekuensinya.

Efek jera dengan tuntutan maksimal dan hukuman maksimal menjadi satu pilihan. Kerja sosial dan pencarian bakat mereka menjadi pilihan lainnya. Tentu dengan tetap memberikan hukuman dan hak mereka sebagai anak, remaja dan segala macam definisi lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline