Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Pesan untuk Mahasiswa Menulis Skripsi (Tragedi Mahasiswa Bunuh Diri)

Diperbarui: 11 Oktober 2021   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: everythingisviral.com

Ketiklah di Mbah Google "mahasiswa bunuh diri karena skripsi". Ada 209.000 hasil. Ketik lagi, di Mbah Google "mahasiswa bunuh diri" ada 7.390.000. Itu diketik di Mbah Google 11 Oktober 2021. 

Ini tragedi. Betul, pasti akan ada tumpang tindih data untuk satu kejadian mahasiswa bunuh diri. Banyak media bahkan blog pribadi kemungkinan menuliskan mengenai kejadian tersebut. Fakta yang tak terbantahkan adalah mahasiswa itu sebagian rentan tak memiliki katup penyelamat yang akhirnya memilih jalan mengakhiri hidupnya.

Tulisan ini tidak akan berbagi mengenai cara menghindari bunuh diri tetapi berusaha untuk mengingatkan kembali pada kita semua, termasuk aku, mahasiswa dan dosen, ada keahlian yang terlupakan dalam kuliah. Menulis.

Betul menulis. Bukan orasi. Bukan demo. Bukan menyatakan pendapat di muka umum. Menulis menyatakan pendapat dalam selembar, dua lembar, tiga lembar kertas dengan perspektif, argumentasi dan solusi yang jelas. Tidak perlu ruwet tetapi sederhana, pesan sampai alias nampol dalam bahasa anak muda.

Seorang guru yang kukenal mendekati penghujung kuliah yang banyak mempengaruhi gaya tulisanku adalah Pak Chan. Pesan beliau yang cukup mengena adalah ada satu pisau yang tidak di asah atau tertinggal ketika kuliah di Indonesia yaitu menulis.

Boleh jadi. Kenapa, karena Pak Chan waktu kuliah di US daratan dan di US kepulauan hampir setiap tiga bulan sekali mengirimkan tulisan atau istilahnya call for paper di berbagai kota dan kalau diterima maka ada uang saku dan uang jalan untuk mempresentasikan tulisannya.

Bandingkan dengan di sini. Aku tidak bisa berkata-kata atau tidak bisa menuliskannya. Betul tradisi perkuliahan di Indonesia beraneka ragam. Tujuan mahasiswa kuliah juga beraneka ragam. Semua tergantung pada pilihan.

Kembali ke masa kuliah jadul, ada mahasiswa yang hanya ikut saja kelompok. Pasif. Ada mahasiwa yang ikut berkontribusi dalam kelompok. Aktif. Kalau sekarang mungkin sama saja, hanya aransemennya yang berbeda. Sekarang mungkin lebih ngeri lagi dengan copy paste.

Menulis tidak bisa sekali jadi. Butuh latihan dan juga orang lain yang rela untuk membaca tulisan yang sudah diselesaikan.  Butuh masukan. Belum lagi salah ketik.

Paling sederhana adalah belajar menuangkan ide di kepala, pikiran ke dalam selembar kertas. Mari bercerita, alias ngomong terlebih dahulu dan kemudian menuliskannya dalam selembar kertas.  Kalau sukses, sesuai dengan yang diceritakan artinya pinter. Kalau gagal, ulang lagi.

Bila ada tugas kelompok, aktiflah untuk belajar menulis. Menulis adalah menuangkan ide dari pikiran ke dalam rangkaian kata-kata yang sesuai dengan ide dalam pikiran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline