Lihat ke Halaman Asli

Rokhman

Menulis, menulis, dan menulis

Berpuasa Tapi Bohong

Diperbarui: 17 Maret 2025   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Republika

Puasa Ramadan sebagai ibadah wajib memiliki pahala sangat banyak. Saking banyaknya jumlah ganjaran bagi orang yang berpuasa, hingga tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Allah SWT.

Dalam hadits qudsi yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Setiap amalan anak Adam akan mendapat pelipatgandaan. Satu kebaikan dibalas dengan 10 kali lipatnya hingga 700 kali lipat hingga apa apa yang dikehendaki Allah. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Dia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makanannya demi Aku." (HR Ibnu Majah).

Dengan besarnya ganjaran puasa Ramadan, hendaknya kaum muslim dapat meninggalkan sejumlah perbuatan yang dapat menghilangkan pahala puasa. Apa saja perbuatan yang merusak pahala puasa?

Dalam riwayat Anas bin Malik RA, dikutip dari buku Ringkasan Ihya Ulumuddin oleh Imam Al-Ghazali, Nabi SAW bersabda yang artinya: "Lima hal yang dapat menghilangkan pahala orang yang berpuasa, yakni; berbohong, menggunjing, mengadu-domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat." (HR Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas diketahui bahwa berbohong adalah salah satu perbuatan yang dapat merusak pahala orang berpuasa. Namun, akhir-akhir ini saya merasa sulit menemukan anak yang jujur. Sebagai guru kelas, hampir setiap hari menghadapi permasalahan anak di kelas. Saat itu juga selalu dijumpai ada anak yang berbohong. Begitu pun di bulan puasa ini.

Sebagai contoh, kasus yang terjadi hari ini. Senin, 17 Maret 2025 sekolah kami mengadakan kegiatan pesantren ramadan. Kegiatan diawali dengan salat duha berjamaah. Pesertanya adalah semua siswa dan guru/karyawan. Di hari pertama ini saya mendapat jadwal sebagai imam salat berjamaah.

Ketika salat sedang berlangsung, salah satu guru piket berkeliling mengecek dari satu kelas ke kelas lainnya. Siapa tahu ada anak yang tidak ikut kegiatan. Ketika masuk ruang kelas 6 di mana saya sebagai guru kelasnya terdengar nada dering HP. Maka, dihampirilah sumber suara tersebut. Ternyata ditemukan ada dua anak yang membawa HP di tasnya. Sebut saja Si A dan Si B.

Sesuai peraturan sekolah, anak tidak diperbolehkan membawa HP ketika pembelajaran sehari-hari di sekolah. Anak diperbolehkan membawa HP pada pembelajaran atau kegiatan tertentu yang sudah disepakati sebelumnya.

Maka, demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan HP tersebut diamankan oleh guru piket. Ketika jam istirahat, Si A dan Si B mendapati HP-nya tidak ada dalam tas. Keduanya bingung dan takut. Si A menangis dan langsung pulang tanpa berani melapor kepada saya selaku guru kelasnya. Sementara Si B berusaha menyembunyikan kegelisahannya dan memberanikan diri untuk bertanya pada salah satu guru.

Selang beberapa lama orang tua Si A menulis pesan di grup WA kelas, "Assalamu'alaikum Pak Guru! Si A izin pulang karena perutnya sakit, mau pamit tetapi mencari Pak Guru tidak ketemu"

Saya yang sudah mendapat laporan dari guru piket membaca pesan tersebut tidak begitu kaget. Saya juga tidak ke mana-mana karena ada pekerjaan di ruang guru. Jadi kalau anak-anak mencarinya pasti dengan mudah ketemu. Saya yakin semua anak juga sudah paham posisi meja kerja saya di kantor. Maka, kalau dikatakan saya dicari tidak ketemu itu jelas bohong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline