Lihat ke Halaman Asli

Fauji Yamin

TERVERIFIKASI

Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Kitorang dan Minyak Tanah

Diperbarui: 30 Oktober 2020   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi warga antre minyak tanah| Sumber: Kompas.com/Megandika

Suatu sore, gas elpiji lima kilogram yang biasa dipakai masak untuk anak kosan habis. Sore itu pula, kami memesan kepada penjual yang rumahnya tak jauh dari kosan. 

Setelah sampai, sang penjual saya minta untuk mengganti atau memasang. "Pak minta tolong dipasang."

"Mas tidak biasa pasang sendiri," tanya ia keheranan.

"Tidak pak, saya tidak tau. di daerah kami rata-rata menggunakan kompor," ujarku.

Sambil keheranan ia memasang. Mungkin ia membayangkan sesuatu. Dalam proses pemasangan itu, saya lari bersembunyi di kamar dan dua teman lain cekikan karena tahu dasar saya lari.

Pada kesempatan lain, sang kawan memasang. Setelah selesai, ia menyuruh saya untuk menyalahkan kompor. Tapi dengan dalil dan alasan apapun saya tak mau. 

"Loh tinggal di putar loh, takut amat," kesalnya.

"Bukan gitu mas. Kalo meledak gimana?" tangkisku membela diri.

"Gak bakalan meledak bang, ini yang penting selang dan karet serta tidak bocor aja," jawabnya menjelaskan.

"Ya gimana, di daerah kami tak pernah pakai gas elpiji. Taunya, nyalin minyak tanah. Mutar ke atas, dah bakar. Jadi deh. Lagi pula minset kami sudah terkonstruk lewat media. Dulu awal-awal penggunaan gas elpiji secara masif diberitakan ledakan di mana-mana. Karena hal itu, orang pada takut menggunakan gas elpiji," jelasku.

"Berarti tak ada yang pakai gas elpiji?" tanyanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline