Lihat ke Halaman Asli

Ody Dwicahyo

Konsul Kehormatan Republik Indonesia untuk Zootopia

Bakteri dan Kecamuk Revolusi: Rapat Menculik Petinggi di Laboratorium Bakteriologi

Diperbarui: 25 Maret 2020   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang laboran bumiputera, Raden Mas Korantil yang bekerja pada Eijkman Instituut. Ca. Tahun 1929. Sumber: Koleksi Tropenmuseum.

"Kita melawan musuh yang tak tampak!" ujar dr. Aman Bhakti Pulungan, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan nada tinggi kepada Najwa Shihab dalam suatu sesi wawancara jarak jauh. Kala itu Najwa mewawancarai dr. Aman berkaitan dengan Covid-19 atau Corona, virus yang menjadi pandemik global dan telah membunuh ribuan nyawa manusia. Analogi dr. Aman tentang perlawanan terhadap Covid-19 sebagai peperangan tidaklah berlebihan. Virus, bakteri, dan elemen mikroskopik lainnya memang bergerak seperti senjata mematikan.

Tujuh dekade sebelum "perang" terhadap Covid-19 dimulai, bakteri dan bakteriologi telah memiliki tempat di dalam sejarah perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Bagaimana bisa? Bukankah sejarah, seperti definisi formalnya adalah cerita tentang manusia? Bukan hewan, tumbuhan, apalagi bakteri? 

Trilogi yang saya beri judul: Bakteri, Bakteriologi, dan Revolusi ini akan meringkas petite histoire (sejarah kecil) ketika proses memerdekakan Indonesia harus "bersinggungan" dengan benda-benda mikroskopik tersebut, dalam hal ini adalah bakteri. Tulisan ini adalah bagian pertama yang ditulis pada masa karantina diri, 12 hari setelah wabah Covid-19 dinyatakan sebagai kondisi darurat di Belanda.

Rapat Menculik Petinggi di Laboratorium Bakteriologi  

Cerita di seputar persiapan, pelaksanaan, dan dampak dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 selalu mendapat porsi yang besar di dalam buku sejarah yang digunakan oleh sekolah-sekolah di Indonesia. 

Dari sekian banyak detil yang harus saya hafalkan, satu hal yang tak pernah lepas dari ingatan saya adalah pelaksanaan rapat antar golongan muda yang dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi. Para hadirin yang hadir di rapat ini kemudian sepakat untuk menculik Soekarno dan Hatta dalam rangka menekan sang dwitunggal untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam berbagai tulisan mengenai peristiwa di sekitar Proklamasi, rapat di atas selalu disebut secara sangat singkat. Umumnya hanya diungkapkan tanggal, hadirin, dan keputusan yang diambil dari rapat tersebut. 

Berkenaan dengan tidak signifikannya konteks pemilihan Laboratorium Bakteriologi dengan pelaksanaan Proklamasi, belum ada tulisan yang didedikasikan untuk memahami pemilihan tempat rapat yang sangat unik ini. 

Kemudian, sedikitnya ruang yang diberikan untuk mengulas peristiwa ini membuat banyak data menjadi simpang siur. Mulai dari nama gedung ini ketika dipakai untuk rapat, alamat, hingga posisi tepat pelaksanaan rapat. Apalagi dibalik pemilihan gedung ini sebagai tempat rapat para pemuda.

Mayoritas tulisan yang memuat peristiwa ini sebagai sebuah rangkaian dari peristiwa pra-proklamasi menyebut lokasi ini sebagai Laboratorium Bakteriologi. 

Sebuah liputan khusus CNN Indonesia menyebut bahwa pada 1945, laboratorium ini bernama Laboratorium Bakteriologi Eijkman Instituut yang mereka terjemahkan dari Bacteriologisch Eijkman Instituut.[i] 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline