Lihat ke Halaman Asli

Adexfree

Menulis adalah ruang untuk berbagi

Ragam Tradisi Membangunkan Sahur

Diperbarui: 1 Mei 2021   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : www.bombastis.com

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana suasana ramadhan pada tahun lalu, suasana yang diliputi pandemi di seluruh penjuru dunia. Bahkan beberapa negara melakukan lockdown demi mencegah penyebaran pandemi ini.  Di tahun lalu kita melakukan sholat tarawih berjamaah di rumah masing-masing karena pemberlakuan protokol kesehatan social distancing. Tapi tahun ini, syukur alhamdulillah kita dapat melakukan sholat tarawih di masjid lagi dengan catatan tetap memberlakukan protokol kesehatan.

Setelah mendengarkan pengumuman pemerintah mengenai penetapan 1 ramadhan yang jatuh pada tanggal 13 april 2021, hangatnya suasana ramadhan pun mulai terasa dengan semaraknya masyarakat yang datang ke mesjid untuk menjalankan ibadah sholat tarawih berjamaah. 

Langkah kaki yang penuh semangat mulai ramai menapaki berbagai mesjid diseluruh penjuru dunia. Meskipun dengan suasana yang berbeda, karena mungkin tidak semua yang pernah hadir di mesjid pada tahun sebelumnya dapat berdiri kembali di mesjid pada tahun ini.  Dan adanya pemberlakuan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran covid19 mengharuskan kita menjaga jarak dengan jemaah lainnya. Awalnya hal ini terasa canggung bagi kita, namun akhirnya kita harus mulai membiasakan diri dengan semua peraturan ini, karena ini demi kebaikan kita bersama.

Dan alhamdulillah tahun ini kita masih diberikan kesempatan untuk menikmati indahnya tabuhan pada saat sahur, yang menjadin tradisi turun temurun. Tradisi membangunkan sahur merupakan seni yang tercipta dari masyarakat secara turun temurun. Di berbagai daerah terdapat bermacam  cara membangunkan sahur, ada yang menggunakan alat seni seperti gendang , ada yang menggunakan beduk berkeliling kampung untuk membangunkan sahur, dan ada pula yang menggunakan berbagai macam barang bekas sebagai alat tabuh membangunkan sahur.

Tradisi membangunkan sahur ini dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, seperti di sulawesi tradisi menabuh beduk sahur disebut dengo-dengo,di jawa barat disebut ubrug-ubrug, di Yogyakarta disebut dengan klotekan,di Situbondo disebut Patrol Cancaman dan di brebes malah disebut dengan buroq.

Di jawa barat, ubrug-ubrug biasanya terdiri dari sekelompok pemuda  yang terdiri dari 10 orang, 5 orang akan menabuh genjring , dua orang akan mebawa kohkol (kentungan bambu ), seorang penabuh beduk , sedangkan yang lainnya mendorong gerobak tempat beduk tersebut.

Pada ramadhan tahun lalu tradisi ini menghilang di tempat tinggal saya, karena efek dari pandemi covid19 yang mengharuskan kita melakukan social distancing. Tahun lalu alarm Hp menjadi pilihan saya untuk membangunkan sahur. Ternyata tanpa munculnya tradisi ini di tahun lalu, ramadhan terasa sepi. Namun di tahun ini kita patut bersyukur karena tradisi ini dapat muncul kembali.

Ditempat tinggal saya yang terletak di kelurahan seberang ulu I kota Palembang, tradisi membangunkan sahur ini dilakukan oleh para anak laki-laki dengan membawa berbagai barang bekas sebagai alat tabuhnya seperti : botol bekas, galon bekas, panci bekas, dan lain-lain. Kegiatan ini dimulai sejak jam 3 dini hari, anak-anak muda tersebut mulai berkeliling kampung dengan bernyayi diiringi instrumen dari barang bekas tersebut.

Sahur....sahur.....ayo mari kita sahur

Para anak muda yang berjumlah kurang lebih 10 orang tersebut berkeliling kampung sembari bernyayi dan diselingi dengan sholawat kepada Nabi, Sungguh pemandangan yang luar biasa. Ketika anak-anak tersebut lewat didepan rumah.,saya akan langsung terbangun. dan segera mempersiapkan sahur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline