Lihat ke Halaman Asli

Ustaz Toha

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jangkrik telah berhenti berderik. Burung malam tengah serius mengamati setiap geraknya. Angin seakan berhenti bertiup. Tetes-tetes embun kian memuai di ujung dahan. Sang dewi malam enggan menampakkan diri. Ia lebih nyaman berselimut awan yang menggendong titik-titik hujan. Bumi belahan ini tengah sepi. Manusia penghuni bumi tengah asyik berbuai mimpi.

Di pojok kampung, di sebuah rumah sederhana, seorang manusia tengah asyik bercengkerama dengan Khalik-nya. Mulutnya berkomat-kamit melantunkan zikir dan menyebut asma-Nya. Ia mengeluhkan berbagai permasalahan hidupnya. Matanya berkaca-kaca, sedangkan lidahnya menggumamkan nada syukur dan cinta. Dialah Ustaz Toha, lelaki kelahiran Bekasi, 40 tahun yang lalu.

Sejurus kemudian, ia merapikan pakaiannya lalu menuju kamar ketiga anaknya. Setelah mengelus kepala mereka dan memastikan tidak ada seekoor nyamuk pun yang menganggunya, ia pun keluar dari rumahnya. Sesekali desiran angin dan suara gesekan ranting kayu mengiringi langkahnya menuju Musala Alma’mur. Dingin udara pagi buta tak dihiraukannya. Langkahnya mantap menuju rumah Tuhan-nya.

Azan subuh pun berkumandang syahdu. Beberapa jamaah datang satu per satu. Setelah iqamah diperdengarkan, Ustaz Toha mengimami jamaah untuk melaksanakan salat subuh. Setelah berzikir dan beramah tamah, ia kembali ke rumahnya. Kedua anaknya, Mohammad Royyan Zuhdi dan Mohammad Rogbi Diani yang duduk di kelas 8 dan 7 di Pondok Pesantren Attaqwa Putra, telah berseragam dengan rapi. Putri bungsunya, Kinanti Azzahra (3 tahun), juga demikian. Sang istri tercinta, Nurhayati, baru selesai menggelar tikar di ruang tengah dan mengisinya dengan menu sarapan. Ada beberapa piring nasi goreng dengan beberapa potong bala-bala yang dibeli di warung tetangga. Mereka pun sarapan bersama.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Ustaz Toha pun berpamitan kepada istrinya. Setelah mencium kening putri bungsunya, ia pun mengantarkan kedua anak lelakinya ke MTS Attaqwa Pusat Putra. Setelah itu, ia sendiri menuju Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa 03 Albarkah. Sudah 15 tahun ia mengajar di sana dan menjadi guru kelas satu.

Setelah setengah hari mengajar lalu melaksanakan salat zuhur berjamaah bersama para muridnya di Musala Albarkah, ia pun kembali ke rumahnya. Setelah menyantap makan siang, Ustaz Toha mengganti bajunya dengan baju kerjanya yang selalu diletakkannya di samping rumah. Topi, kaus berlengan panjang, celana training panjang, sepatu boots, sarung tangan, dan masker penutup wajah ia kenakan satu per satu.

Kini ia memulai tugas barunya. Lokasinya di depan rumahnya. Bertumpuk-tumpuk sampah menunggu jamahan tangannya. Dengan penuh kesabaran dan ketelitian, disortirnya serakan sampah yang menggunung itu. Dipilah-pilahnya sampah itu menjadi beberapa jenis.

Menjelang ashar, ia menghentikan pekerjaannya.Ia pun mandi dan berganti pakaian. Ditunaikannya salat ashar dengan khusyuk. Setelah itu, disiapkannya timbangan panjang di tiang depan rumahnya. Diambilnya kursi plastik lalu diletakkannya di dekat tiang. Sambil sesekali menyeruput teh manis buatan istrinya, pandangannya lurus ke ujung gang. Ia memang sedang menantikan seseorang, siapa saja yang muncul duluan. Ya, setiap sore selepas ashar, biasanya banyak orang, mulai anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua mendatangi rumahnya. Mereka datang sambil membawa sekarung atau lebih sampah untuk dijual.

Benar saja. Tidak berapa lama, nampak tiga orang anak kecil dengan masing-masing membawa karung terisi penuh di pundaknya. Dengan sigap, Ustaz Toha menyambut mereka dan langsung memilah-milah bawaannya. Setelah itu, ia pun menimbangnya dan memberikan beberapa lembar uang rupiah sebagai gantinya. Begitulah yang dilakukan Ustaz Toha setiap sorenya.

Menjelang magrib, ia menuju musala. Ditunaikannya salat magrib berjamaah bersama warga Musala Alma’mur. Diimaminya mereka dengan khusyuk dan syahdu. Selepas magrib, ia mengajari anak-anaknya mengaji. Kalau mereka ada kegiatan di sekolah, Ustaz Toha berdiam di musala sambil membawa beberapa buku untuk dibaca-baca. Terkadang, ia bergegas meninggalkan musala karena murid pengajiannya di komplek perumahan sudah menunggunya.

Selepas mengimami jamaah untuk melaksanakan salat isya, ia kembali ke rumahnya. Ditemani istri dan anak-anaknya, ia pun menyantap makan malam bersama. Jika tidak ada pengajian, tahlilal, atau kegiatan semacamnya, ia bercengkerama dengan anak istrinya sambil menonton televisi. Terkadang ia mengajari anak-anaknya tentang materi PR yang tidak mereka mengerti.

Jam belum menunjukkan pukul 9 malam, ia dan keluarganya sudah berada di tempat tidur masing-masing. Baginya, tidur lebih cepat itu lebih baik agar bisa segera bangun dengan segar bugar di tengah malam untuk melaksanakan qiyamullail. Itulah rahasia agar seseorang dapat melaksanakan salat malam. Begadang, apalagi untuk urusan yang tidak penting, tidak membawa kebermanfaatan bagi pelakunya.

Begitulah sepenggal kisah kehidupan Ustaz Toha, seorang alumni Attaqwa yang hidupnya jauh dari hingar bingar kekayaan dan kekuasaan. Baginya, menjadi guru merupakan tugas mulai untuk mencerdaskan manusia. Itu adalah ladang ibadah yang tiada habis hasilnya. Untuk menafkahi keluarganya, ia tidak malu mencari nafkah dengan mengumpulkan sampah. Bahkan, ia telah membantu penghidupan empat keluarga yang bernaung di balik usahanya. Ia juga menumbuhkan kemandirian bagi sekitar 30-an anak-anak dan remaja di kampungnya yang selepas sekolah membantu nafkah kedua orang tuanya dengan mengais sampah.

Meski begitu, tidak sedikit orang yang mencemoohnya. Tidak pula sedikit orang yang menuduhnya sebagai penadah. Tidak sedikit pula yang menganggapnya telah membawa aib bagi profesi guru yang mulia dan penuh wibawa.

Cemoohan dan tuduhan itu diterimanya dengan sabar. Tak ada yang dibalasnya, selain mengadu kepada Rabb-nya di malam buta. Disampaikannya apa yang dialaminya dengan berurai air mata. Diucapkannya istighfar berpuluh-puluh kali memohon ampunan-Nya. Ditengadahkan wajahnya memelas kasih-Nya. Dihamparkan kedua belah tangannya mengharap anugerah-Nya. Dilantunkannya pujian dan doa-doa. Dilapangkannya dada untuk berserah hanya kepada-Nya.

Ustaz Toha, semoga Allah SWT mendengar permintaanmu untuk dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anakmu. Semoga Allah SWT memanggilmu untuk segera menunaikan rukun Islam kelima sebagaimana yang selalu kauisakkan dalam rintihan doamu.Amin. (NAM)

Bekasi, 14 Januari 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline