Lihat ke Halaman Asli

dodo si pahing

semoga rindumu masih untukku.

Monasku Sayang, Jangan Malang

Diperbarui: 29 Januari 2020   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : nasional.kompas.com

Revitalisasi adalah perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali sesuatu (KBBI). Bisa diartikan bahwa yang dihidupkan adalah komunitas kesenian, kebudayaan, pendidikan, lingkungan hidup, pemerintahan bahkan bisa juga revitalisasi mempunyai cakupan yang luas dan adanya unsur vital. Revitalisasi memang adanya kebijakan memandang kembali suatu obyek yang dirasakan sangat penting untuk masyarakat luas.

Pemahaman yang hanya asal mengganti dengan tidak memperhatikan akar masalah hanyalah akan menimbulkan kesalahpahaman dengan publik luas. Paling tidak publik pun akan menyadari dirinya pada lingkup yang harus direvitalisasi atau tidak. Dan sepertinya kita akan langsung pada suatu tempat di Jakarta yaitu revitalisasi Monas. Mendesak atau tidakkah Monas itu direvitalisasi atau paling tidak diubah bentuknya.

Mengubah Monas sebagai Ikon nasional memerlukan kebijakan dari para penjabat yang ada pada hirarki pemerintahan, pertimbangan kebudayaan, para sejarawan, bahkan masyarakat luas pun perlu didengar pendapatnya. Kalau pun nanti ada masukan tentunya harus menjadi bahan kajian dan jadi dasar revitalisasi. Kalaupun masyarakat tidak menghendaki maka apa salahnya jika niat revitalasi itu dihentikan.

Pertimbangan suatu revitalisasi antara lain karena stagnasi ekonomi. Stagnasi atau berhentinya perkembangan ekonomi akan berpengaruh pula pada pendapatan masyarakat yang akan berdampak pada sektor hubungan kemasyarakatan dalam hal interaksi yang membutuhkan cost.

Karena permintaan dan pemasukkan yang sudah tidak sehat maka revitalisasi pun perlu diterapkan agar roda ekonomi masyarakt disekitar yang terdampak bisa pulih dan berkembang kembali.

Selain kegitan ekonomi yang menjadi prioritas dalam revitalisasi adalah perbaikan lingkungan yang mengalami degradasi. Lingkungan yang baik pastilah menjadi idaman setiap orang yang mendiami wilayah yang bersangkutan. Tentunya jika revitalisasi di lingkungan Monas sudah dianggap urgent maka lingkungan tanah, air, udara, dan sanitasi sudah pada ambang batas kerusakan dan tidak layak untuk didiami.

Sehingga perlakukan yang sepadan pun sudah dipikirkan kemudian dengan memperhatikan manusianya yang menempati kawasan itu dilakukan pembenahan-pembenahan. Tanpa adanya keikutsertaan warga yang mendiami wilayah maka hanya akan terjadi revitalisasi searah.

Revitalisasi juga dilakukan jika budaya pada wilayah itu sudah tidak lagi mencerminkan sebagai budaya nusantara yang penuh toleransi. Tentu saja kawasan Monas sebagai muka bangsa akan dilihat keanekaragamannya ketika setiap orang Indonesia mengunjunginya. Meskipun sudah ada TMII, sebagai gambaran Indonesia kecil, namun Monas lebih tegas menunjukkan identitas Negara Indonesia.

Tataran revitalisasi tidak hanya berhenti pada bentuk fisik, tataran rohani sebagai motor pencapaian nilai kehidupan yang paripurna. Tataran lambang yang ada pada puncak Monas, yang diibaratkan sebagai semangat yang selalu menyala. Semangat yang harus dihembuskan pada bangsanya.

Revitalisasi yang baik di suatu kawasan pastinya sudah mempertimbangkan, sisi ekonomi, lingkungan, budaya, dan yang pasti kawasan itu sudah rusak dan perlu adanya perbaikan-perbaikan. Tentunya kerusakan itu hanya terpusat pada bentuk Monas itu sendiri.

Misalnya bentuk yang mengalami kemiringan sepuluh sentimeter, kerusakan pada bagian-bagian Monas dari lantai dasar hingga tangg-tangganya, atau sekadar pembersihan dan penge-cetan dinding. Tentu saja hal elementer tidak akan menjadikan kegaduhan seperti sekarang ini. Jika adanya suatu sinkronisasi antara Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline