Lihat ke Halaman Asli

Nikah Siri Tanpa Wali Bagaimana Kedudukan di dalam Hukum Islam?

Diperbarui: 29 April 2016   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Problematika bangsa Indonesia dan bangsa lainnya nikah siri sering dilakukan oleh manusia untuk menghindari zina yang dilarang agama. Namun, nikah siri juga syarat dan rukunnya seperti halnya nikah biasa. Bagaimana dengan seorang yang menjalankan nikah siri tanpa wali dan menggunakan wali hakim atau wali lainnya? terlebih jika keluarga tidak ada yang mengetahui nikah siri yang dilakukan anaknya. 

Pernikahan siri merupakan suatu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang tanpa mendaftarkannya ke pengadilan agama. Dengan kata lain bahwa pernikahan siri adalah pernikahan yang sah di mata agama namun tidak sah di mata negara karena tidak tercatat di Kantor Urusan Agama. Di Indonesia, pernikahan diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang tertuang pada Bab 1 dasar perkawinan pasal 2 ayat 2. Pernikahan yang tercatat dalam hukum akan membantu dalam perlindungan hak warga negara terutama untuk anak dan istri.

Didalam hukum Islam rukun nikah siri itu ada calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali nikah, ijab qabul, dan dua orang saksi.  Wali yang pertama adalah seorang ayah dan seterusnya sesuai dengan ketentuan hukum Islam, sehingga ayah berhak menjadi wali dalam pernikahan. 

Jika ayah tidak bisa menjadi wali maka digantikan oleh kerabat dari ayah seperti paman (saudara laki-laki sekandung dengan ayah). Namun, bagaimana jika sang anak tidak melibatkan ayah sebagai wali dalam nikah siri bahkan nikah siri dengan sembunyi-sembunyi?. Kenaglah sejak kecil siapa yang mendidik kita dan membesarkan kita sampai sekarang. 

Ingat pula jika pernikahan tanpa adanya wali dari ayah bahkan ketidaktauan ayah akan anaknya yang melakukan nikah siri maka hukumnya tidak syah pernikahan siri tersebut, karena tidak sesuai dengan rukun nikah. Rukun nikah itu harus dilaksanakan tatkala ayah sudah memberikan ijin dan rela menggantikan siapa yang akan menjadi wali buat sang putrinya.

Walaupun dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI), disebutkan bahwa; (1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh, (2) Wali nikah terdiri dari (a) Wali nasab, (b) Wali hakim. Perlu ijin wali nasab atau ayah sendiri.

Namun, jika salah satu orang tua calon mempelai tidak menyetujui pernikahan tersebut, maka kedua calon mempelai itu dapat meminta izin dari Pengadilan dalam daerah tempat tinggalnya. Pengadilan dapat memberikan izin menikah setelah mendengar pendapat dari orangtua atau pihak wali nashab lainnya, dengan merujuk pada Pasal 6 ayat (5) UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. (tidak setuju dalam artian orang tua sudah mengetahui akan dilaksanakan nikah siri). Sebaiknya ijin wali nasab itulah yang paling penting.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline