Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Seks dalam Perspektif Islam (Sebuah Pengantar)

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Belakangan ini kita sering mendengar di media massa maupun di media cetak, banyak sekali yang lahir di luar pernikahan yang mengakibatkan kenaikan angka aborsi kian meningkat. Begitu pula dengan seringnya tawuran antar pelajar, dll. Apakah yang membuat moral bangsa menjadi semakin merosot?

Pendidikan sex sering diberikan kepada anak-anak berasal dari teori evolusi Charles Darwin. Pada dasarnya manusia berasal dari sebuah kera yang berevolusi, disitu secara tidak langsung mendidik anak-anak kita dalam melakukan hal-hal seperti kera adalah hal yang wajar dan bukan sebuah masalah lagi. Karena nenek moyang kita berasal dari kera jadi kita dapat seenaknya berbuat tanpa peduli lagi akan adanya moral dan etika.

Seandainya pendidikan sex yang dilandaskan dari ketauhidan, mungkin kita lebih mudah untuk mengajarkan berbagai hal yang berpijak pada nilai keluhuran. Karena Ilmu Ketauhidan merupakan salah satu ilmu tingkat tertinggi dalam pencapaian suatu agama khususnya dalam Islam. Dalam ketauhidan tersebut mengajarkan segala hal yang tercipta di dunia ini, tiada lain dan tiada bukan selain Allah Swt. Dengan Qudrat dan IradatNya ia menciptakan segala hal yang ada di bumi maupun yang di akhirat. Tiada yang mustahil bagiNya untuk melakukan apa yang jadi kehendakNya.

Ketika anak kita mempertanyakan beberapa hal yang mendasar dan terkadang ilmu apapun tak mampu menjawab seperti : "Siapa yang membuat manusia?", "Bagaimana mungkin Isa dilahirkan tanpa bapak?", "Siapakah manusia pertama kali diciptakan?", “Mungkinkah, manusia tercipta tanpa ibu?”, "Dari apakah manusia dibuat?" Kita dapat menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan lainnya tanpa perlu keraguan dan tidak ada yang ditutupi. Serta kita tak perlu khawatir lagi dengan moral dan etika pada anak kita.

Terkadang, tidak semuanya dapat dilogikakan, namun itu bukan berarti kita mengabaikan adanya logika dan sesuatu yang dilogikakan itu membutuhkan waktu, bukan dari sebuah legitimasi. Logika yang kita miliki itu hanya sebatas apa yang pernah kita ketahui dan bukan berarti apa yang belum pernah kita ketahui itu tidak ada. Bahkan, ada yang bersih keras dengan mempertahankan kebenaran dengan apa yang diketahuinya, sehingga menyalahkan apa tidak pernah ia pikir sebelumnya.

.

.N.A.K.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline