Lihat ke Halaman Asli

Nugroho Endepe

Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Jasmerah, Akumulatif, Versus Alternatif (2)

Diperbarui: 20 Februari 2021   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nietzche dan istri (Foto: idntimes.com)

Jangan sekali melupakan sejarah, itu salah satu pesan dalam kisah pukulan ke-100 dari pemecah batu. Artinya penghargaan terhadap proses. Atau, dalam hukum dimaknai sebagai akumulatif, bukan alternatif.

Kebenaran akumulatif, berarti sesuatu yang terjadi saat ini, adalah sebuah proses yang berlangsung lama. Ia tidak berdiri sendiri. Susah juga menjelaskan kepada warga yang tidak suka membaca. Saya bercerita kalau pukulan ke-100 yang akhirnya memecahkan batu, maknanya adalah bahwa tidak mungkin ada pukulan ke 100 yang bisa memecahkan batu jika tidak ada 99 kali pukulan sebelumnya. 

Namun, rupanya ada orang yang memaknai sebagai kebenaran alternatif.  Diduganya bahwa dengan pecahnya batu melalui pukulan ke-100 itu, berarti 99 kali pukulan sebelumnya dianggap tidak mampu. Tidak mampu mecahkan batu.

"Cape deh..., maksud dari cerita itu bukan sebagai kebenaran alternatif, namun kumulatif, di mana kejadian saat ini adalah akumulasi dari banyak kejadian sebelumnya, sukses hari ini adalah bagian dari perjuangan yang terus menerus dilakukan oleh generasi sebelumnya, "ujar saya berusaha menjelaskan.

"Tapi kan kao bilang, yang bisa memecahkan batu itu pukulan ke 100, sementara 99 kali sebelumnya gagal, "jawabnya dengan penuh kecurigaan dan prasangka. 

Cape deh..... dikiranya cerita itu buatan saya personal. Itu adalah kisah yang masyhur di antara para motivator. Pesan moralnya adalah "never give up", jangan putus asa, sebab setiap tahapan akan mencapai hasil dan berproses untuk tercapainya prestasi puncak.

"berarti menurut kao, generasi sekarang yang sukses, dan generasi sebelumnya gagal begitu, "teriaknya tetap dengan protes tanpa henti.

Waw....... saya jadi ingat khatamul anbiya. Rasulullah Muhammad SAW itu diutus bukan sebagai alternatif, namun akumulatif. Beliau hadir sebagai nabi penutup, penyempurna ajaran yang terdahulu. Bukan sebagai ajaran baru, bukan alternatif, namun akumulatif.

"Berarti, kao merasa sejajar dengan Nabi gitu,"ujarnya masih membingungkan saya bagaimana menjelaskan arti kata never give up, proses yang berjalan panjang, dan sebenarnya menunjukkan bagaimana seseorang familiar dengan literasi atau tidak.

Saya hanya terbungkam dan putus bicara. Mungkin di sini beliau benar, jika Tuhan sudah meninggal dan tidak memberikan hidayah atas pemikiran yang didasarkan atas hawa nafsu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline