Lihat ke Halaman Asli

novance silitonga

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Merayakan Waisak Merayakan Pluralisme

Diperbarui: 16 Mei 2022   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merayakan Waisak Merayakan Pluralisme

Pluralisme Indonesia sudah dianggap sebagai sebuah keniscayaan dan anugerah. Indonesia sudah semestinya begitu (take for granted) dari yang Maha Kuasa. 

Barangkali hanya membuang waktu saja jika sebagai anak bangsa kita selalu berwacana mayoritas dan minoritas dalam setiap perilaku kehidupan kebangsaan. 

Toh mayoritas dan minoritas ini hanya sebuah jargon politik yang peruntukannya cenderung hanya di wilayah pertarungan kekuasaan. Untuk menghadirkan kesejahteraan umat dalam semua aspek hidupnya,  wacana mayoritas dan minoritas ini hampir tak berarti apapun. Perlakuan diskriminatif bisa bersumber dari wacana ini dan tak jarang pula memproduksi konflik baik laten maupun manifes.

Diskursus mayoritas minoritas masih sering muncul di level grassroot. Masyarakat lebih suka berbicara perbedaan daripada persamaan. Dengan mengetahui kita di posisi mayoritas atau minoritas tampak seakan diberi posisi untuk berperilaku. 

Misal, jika seseorang diposisikan sebagai kelompok minoritas maka sebaiknya tau diri, nrimo dan tidak memaksakan kehendak dan sebaliknya mayoritas menjadi posisi yang terkesan superior, pemilik klaim kebenaran dan susah dikritik. Namun sebenarnya itu hanyalah sebuah kesan yang tercitra dan belum tentu menggambarkan potret yang utuh. 

Ada apa dengan Pluralisme?

Tentang pluralisme di Indonesia, Nurcholish Madjid pernah mengingatkan bahwa keanekaragaman suku dan agama yang dimiliki bangsa Indonesia bukanlah sesuatu yang layak dibangga-banggakan. 

Itu tidak unik, apalagi istimewa, dan bukan hanya dimiliki Indonesia, walaupun menurut Ahmad Syafii Maarif bahwa hanya Indonesia satu-satunya di dunia bangsa yang sangat besar yang tingkat pluralisme begitu sangat tinggi.

Mungkin Madjid benar bahwa pluralisme tak layak dibanggakan, namun kita tidak perlu anti terhadapnya. Anti pluralisme merupakan sebuah pemikiran yang menjauhi nilai nilai adab yang maju karena sejatinya tidak mungkin segala sesuatunya homogen.

Mengingat pluralisme adalah wajah Indonesia, maka menjadi orang Indonesia semestinya menjadi pluralis pula. Jika kita mengingkari pluralitas di tengah-tengah kehidupan kita maka kita pun secara sadar mengingkari ke-Indonesia-an kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline