Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Nilai Tukar di Bawah Tekanan Pandemik Covid-19

Diperbarui: 2 April 2020   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Covid-19 yaitu salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus Corona (nCoV2) yang menyerang melalui saluran pernafasan. Penyakit ini pertama kali di deteksi di Provinsi Hubei kota Wuhan, China pada pertengahan Desember 2019 lalu. 

Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan penyakit ini merupakan pandemik yang berarti penyakit ini sudah menjadi wabah di seluruh benua yang menewaskan jutaan orang didunia. 

Dalam sejarah,  pada tahun 1818 juga pernah terjadi pandemik influenza yang sudah membawa banyak korban jiwa. Dengan itu pemerintah Indonesia melakukan lamgkah mitigasi untuk menghentikan wabah ini dengan kebijakan social distancing/jarak sosial dan menetapkan ini sebagai darurat sipil nasional oleh presiden.

Adanya social distancing akan membuat trade off antara kesehatan masyarakat dan lemahnya perekonomian. Negara tidak mungkin mendapatkan dua hal tersebut dengan utilitas yang maksimal dalam kondisi seperti ini. Maka dari itu negara hanya dapat memperkrecil tradeoff tersebut dengan transmisi kebijakan yang tepat, khususnya dalam menstabilkan nilai tukar. 

Dengan begitu saya akan memberikan dua analogi yaitu yang pertama apabila pemerintah tidak melakukan mitigasi apapun dan analogi kedua dengan penerapan mitigasi social distancing terhadap pengaruh nilai tukar dan volatilitas uang. 

Dalam hal ini yang menjadi pembanding adalah negara China dengan regime fix exchage rate yang sudah berhasil recovery dan Italia dengan regime floating exchange rate yang terlambat memberikan mitigasi Covid-19. Dengan pembanding ini saya juga akan melihat bagaimana pengaruh regime nilai tukar dalam menghadapi tekanan global Covid-19.

Secara makro social distancing akan mempengaruhi perekonomian karena adanya karantina akan mengurangi kontak sosial dalam skala besar. Dengan begitu diperlukan stimulus untuk memperbaiki sistem ekonomi makro. 

Pada tanggal 19 Maret 2020 BI 7Day reverse repo-rate menunjukkan penurunan sebesar 25 bps menjadi 4,50%. Penurunan ini merupakan response bank sentral dalam jangka pendek untuk mempertahankan perekonomian.

Tetapi dalam jangka panjang jelas Covid-19 ini membawa dampak ke perekonomian masa depan. Jika banyak masyarakat yang sakit sedangkan tidak diimbangi dengan fasilitas kesehatan yang mencukupi akan menyebabkan banyak kematian akibah wabah ini sehingga berkrangnya produktivitas. Dan selanjutnya adalah masalah kemanusiaan.

Analogi 1 : China

China, adalah negara pertama yang terkena dampak virus corona ini. Sejak Desember 2019, dan sejak adanya lockdown selama 14 hari memberikan dampak positif. Dengan begitu dapat memberikan waktu pihak rumah sakit untuk menyembuhkan orang yang positif corona, sehingga orang yang terkena virus tidak bertambah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline