Lihat ke Halaman Asli

Khairunisa Maslichul

TERVERIFIKASI

Profesional

Tidak Hanya Memaafkan, tapi Juga Mengikhlaskan

Diperbarui: 13 Mei 2021   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari saling memaafkan dan mengikhlaskan di hari kemenangan nan suci (Ilustrasi: www.davora.cards)

"Forgiven but not forgotten". Ungkapan itu sering kita dengar untuk menggambarkan maaf yang telah diberikan atas khilaf seseorang.

Namun, apakah dengan pemberian maaf berarti semuanya sudah selesai? Tak jarang, maaf sudah terucap tapi di hati masih ada luka terbuka yang tertancap.

Urusan maaf-memaafkan ini memang tak sesederhana kelihatannya. Kita, termasuk saya, pastinya pernah memaafkan ataupun dimaafkan orang lain.

Tetapi, bisa jadi interaksi kita dengan orang tersebut tak lagi senormal sebelumnya. Tak jarang terjadi, kita malah hanya berinteraksi sebatas formalitas.

Maka, sudah saatnya kita mempertanyakan lagi inti maaf-memaafkan tersebut. Apakah maaf kita sebelumnya sebatas di bibir saja atau sudah sampai mengikhlaskan?

Pengalaman saya pribadi maupun orang lain mendapati bahwa keikhlasan dalam memaafkan ataupun dimaafkan ternyata (jauh) lebih penting. 

Ibarat membangun rumah, ucapan maaf adalah bangunannya dan keikhlasan memaafkan adalah perawatan rutin untuk rumah kita.


Tanpa dirawat secara teratur, sebuah rumah pasti akan mudah kotor dan bobrok. Maka inilah arti pentingnya keikhlasan dalam suasana saling memaafkan.

Ikhlas artinya tahu batas

Ini sangat tepat diterapkan untuk orang-orang terdekat kita. Mereka yaitu anggota keluarga.

Caranya yaitu dengan tidak mengungkit lagi kesalahan di masa lalu. Meskipun sudah saling memaafkan (di lisan), mengungkit-ungkit khilaf yang lampau menandakan masih absennya keikhlasan hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline