Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Amien Rais Vs. Jokowi-Ahok: Analisis Psikologi Post-Power Syndrome

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Sayang, apa makna pernyataan Amien Rais mengenai Jokowi-Ahok yang katanya kemenangan mereka merusak demokrasi?" tanya kekasihku sambil menyandarkan tubuh indahnya padaku.

"Oh, itu pernyataan orang bingung yang tak tahu diri..he he he," sahutku sekenanya.

Kami berdua tengah menikmati alunan music lewat radio di mobil yang aku kemudikan. Lagu We are young, so we set the world on fire mengalun menghentak. Aku sendiri tak tahu siapa penyanyinya. Rasanya lagu itu khusus anak muda. Anak-anak mudalah yang dianggap bisa mengubah dunia. Bukan para renta yang tidak bermoral. Rasanya lagu itu kontras dengan pertanyaan kekasihku tentang kekuasaan. Tentang Amien Rais yang semakin tua semakin galau.

"Lalu kenapa Amien Rais tetap saja mengeluarkan pernyataan negatif?" tanya kekasihku lebih jauh.

"Oh itu ada hubungannya dengan aspek psikologis orang tua galau..." sahutku sambil menerangkan lebih jauh.

Pernyataan dan tingkah laku Prof. DR. H. Muhammad Amien Rais, MSi alias Amien Rais semakin membabi buta. Kritikan pedas di media sosial terhadap dirinya tak mempan. Pernyataan negatifnya yang memojokkan Jokowi dalam kampanye Pilkada DKI gagal membendung Jokowi-Ahok menjadi Gubernur dan Wagub DKI. Gandengan tangannya bersama Hidayat Nur Wahid dan Marzuki Alie serta Rhoma Irama gagal menjadi pendorong rakyat mendukung Foke-Nara.

Pernyataan di Solo yang memojokkan Ahok sekarang dan menyatakan demokrasi akan mati adalah pernyataan yang berlebihan. Tidak penting sekarang ini yang menguasai ekonomi; China, India, Amerika, Jawa, Batak, Ambon sudah tidak penting dibesar-besarkan. Kalau Amien Rais ingin bicara ekonomi yang dikuasai oleh etnik tertentu silakan. Memang faktanya demikian.

Bank-bank plat merah alias bank BUMN hanya mengucurkan uang pinjaman kepada mereka yang mau diajak berkolusi alias korupsi. Akses itu dimanfaatkan betul oleh para pengusaha. Salah sendiri para pejabat bank dan kalangan pemerintah berkolusi dengan pengusaha.

"Jadi kebangkrutan dan korupsi besar-besaran karena kolusi antara pejabat dan kalangan penguasaha ya?" tanya kekasihku sambil mencium keningku.

"Oh iya. Banyak contoh. Hartati Murdaya. Djoko S Tjandra. Nazaruddin. Hadi. Nunun Nurbaeti. Nazaruddin. Gayus Tambunan. Ayin. Semuanya dekat dengan penguasa dan pengusaha," jawabku pendek.

"Khusus untuk Amien Rais?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline