Lihat ke Halaman Asli

Indonesia 72 Tahun: Benarkah Sudah Merdeka?

Diperbarui: 5 September 2017   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sedikit terlambat memang jika ingin menuliskan tentang Indonesia yang sudah berumur 72 tahun mengingat sekarang (saat artikel ini ditulis) sudah menginjak bulan September yang berarti sudah sekitar satu bulan berlalu eurofia kemerdekaan republik tercinta ini. Namun, tidak ada kata terlamba untuk mencoba membangun Indonesia ini. Entah sudah berpuluh hingga beratus-ratus tahun sejak proklamasi kemerdekaan di bacakan oleh Sang Proklamator, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Maka dari itu, saya ingin sedikit membahas tentang negara ini selama 72 tahun, apakah kita benar-benar telah merdeka?

Merdeka sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna bebas dari hambatan, penjajahan, dan sebagainya; berdiri sendiri. Selain itu, merdeka juga memiliki arti tidak terkena atau lepas dari tuntutan;tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Terlihat jelas bahwa merdeka berarti jika kita telah benar-benar bebas dan tidak terikat lagi, dapat melakukan sesuatu dengan leluasa. Namun, pertanyaan adalah, apakah Indonesia telah benar-benar merdeka?

Jika merdeka secara harfiah, Indonesia sudah 72 tahun merdeka dari penjajahan yang dilakukan kepada Indonesia selamat kurang lebih 3,5 abad lamanya. Namun jika kita melihat lebih jauh lagi, Indonesia masih belum benar-benar merdeka. Lah,mengapa? Bukannya Indonesia tidak dijajah lagi oleh negara lain? Ok, mari buka mata. Penjajahan yang dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak selalu penjajahan seperti yang terjadi kepada Indonesia sekitar 72 tahun yang lalu, bukan berarti Indonesia ditindas oleh negara asing. Penjajahan dapat berarti Indonesia ditindas oleh bangsanya sendiri. Itulah masalah kita. Seperti kata Soekarno, "perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, namun perjuanganmu akan lebih sulit karena harus melawan bangsamu sendiri." Inilah saatnya, dimana Indonesia sudah mulai melawan bangsa sendiri.

Mari kita lihat dari aspek nomor satu yang disebutkan oleh Pancasila. Apa itu? Ketuhanan yang Maha Esa, bukan? Ok, masih ada yang ingat, syukurlah. Apa arti Ketuhanan yang Maha Esa? Itu artinya Indonesia dengan terang-terangan percaya bahwa Tuhan itu ada, bukan? Itu artinya, agama apapun (selama dianggap legal oleh Indonesia) dapat menjalankan ibadah dan dapat dengan leluasa berkembang di Indonesia, bukan? Itulah masalah pertama. Sejak kerusuhan tahun 1998 dan 2001, agama saya di daerah saya saat itu tidak benar-benar dibiarkan berkembang. Ketika itu, gereja kecil tempat biasa kami beribadah dibakar oleh massa. 

Sejak saat itu, bertahun-tahun kami tidak dapat melakukan ibadah di suatu bangunan gereja. Kami beribadah berpindah-pindah dari satu rumah umat ke rumah umat lainnya. Hingga akhirnya IPDN saat itu dibangun, kami dapat menggunakan fasilitas gereja di asrama yang ada di dalamnya. Namun, tetap saja bangunan itu bukan milik kami. Entah apa yang menjadi alasan mereka hingga tidak memperbolehkan kami membangun suatu gedung gereja di tanah yang dulu milik kami.

 Itulah saat Indonesia sendiri yang menjajah bangsanya sendiri, dimana ia tidak memberikan suatu kepercayaan berkembang. Ya, memang kejadian ini tidak terjadi di seluruh daerah di Indonesia, namun apakah dalam penjelasan di KBBI merdeka itu artinya kebanyakan rakyat Indonesia bebas dan tidak memperdulikan yang sedikit?

Masalah kedua adalah produk dalam negeri. Indonesia adalah negara yang kaya, namun mengapa Indonesia terlihat selalu saja tidak ingin atau gengsi menggunakan produk dalam negeri? Inilah saat salah satu atau beberapa negara luar mulai menjajah Indonesia dengan tetap memberikan produk mereka dijual di Indonesia dan membuat produk Indonesia semakin tenggelam. Salah satu aspek yang paling sering terlihat adalah fashion dan teknologi di Indonesia. 

Contohnya saja Indonesia pada tahun 2016 memiliki penggunaan telepon pintar hingga 65,2 juta. Pengguna telepon pintar ini terus bertambah, hingga diprediksi pada tahun 2019, pengguna telepon pintar di Indonesia mencapai 92 juta. Yang menjadi masalah adalah, pada tahun 2016 Quarter ke-3, tiga vendor tertinggi yang paling popular di Indonesia ditempati oleh vendor luar, diantaranya Samsung, Oppo, dan ASUS.

Mari kita melihat lagi mengapa Indonesia mau dijajah oleh bangsa luar dalam hal teknologi ini. Hal ini tidak sepenuhnya tentang kecintaan produk lokal yang benar-benar sedikit, namun ada beberapa alasan yang yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai penjajahan oleh bangsa sendiri. Dari segi mutu produk, produk dalam negeri yang dijual di dalam negeri sendiri memiliki kualitas yang -- Bahasa kasarnya -- lebih buruk dari pada yang dijual ke luar negeri. 

Walaupun harga yang lebih murah, namun pembeli zaman sekarang juga akan lebih melihat kualitas. Kualitas bagus harga tinggi lebih baik daripada kualitas bobrok walaupun harga rendah. Alasan kedua, dari segi layanan purna jual. Banyak produk dalam negeri yang tidak memberikan layanan yang memuaskan setelah pembelian. Jadi, jika ada keluhan atau masalah, pengguna sedikit dibuat pusing untuk menghubungi siapa karena tidak mencantumkan nomor customer care

Terakhir, alasan terakhir adalah tampilan produk dan dukungan dari pemerintah. Tampilan produk yang digunakan untuk produk dalam negeri kadang-kadang tidak terlihat menjanjikan. Hal itulah yang kadang membuat masyarakat mencoba membeli produk dalam negeri. Tampilan untuk produk kelas menengah ke bawah dan menengah ke atas memiliki desain yang hampir sama dan tidak memberikan efek premium. Selain itu, kurangnya dukungan produk dalam negeri oleh pemerintah juga dapat menjadi alasan kurangnya peminat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline