Lihat ke Halaman Asli

Niena suartika

good people

Berkaca Pada Kasus DPRD Kota Malang, Jangan Lagi Ada Pejabat Koruptor

Diperbarui: 4 September 2018   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: Republika.co.id

Pemilihan umum sebentar lagi akan segera dilaksanakan, tepatnya pada tahun 2019 mendatang. Namun gaungnya sudah terdengar sejak sekarang atau bahkan sudah dari tahun sebelumnya.

Di jagad media sosial pun sudah bertebaran hastag hastag tentang Pemilu, khususnya pemilihan Presiden. Bagi mereka yang pro dan masih setia dengan pemerintahan saat ini hastag #2019TetapJokowi tentu menjadi pilihan utama, namun bagi yang kontra maka hastag #2019GantiPresiden lah pilihannya. 

Kedua hastag tersebut sempat menjadi trending di media sosial Twitter, bahkan hingga dibawa ke dunia nyata. Misalnya saja saat acara car free day, baik dari kubu yang mendukung Jokowi maupun kubu sebelah, sama-sama menyuarakan aspiranya dengan mengenakan kaos bertuliskan hastag yang mendukung masing-masing tokoh.

Ini baru sedikit dari banyak hal yang muncul menjelang Pemilu 2019 mendatang. Tapi saat ini, di media juga sedang berkembang pemberitaan mengenai calon legislatif mantan koruptor.

Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan, KPU menegaskan bahwa bakal calon legislatif mantan napi koruptor tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, partai politik dilarang untuk mencalonkan mantan koruptor. Selain itu, parpol juga diwajibkan untuk menandatangani fakta integritas.

"Peraturan itu sampai hari ini belum dibatalkan sehingga kami selaku pembuat peraturan KPU yang harus memedomani peraturan KPU itu," kata Ketua KPU Arief Budiman seperti dikutip di kompas.com.

Namun, hal tersebut bertentangan dengan pendapat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu justru tetap meloloskan para mantan koruptor sebagai bacaleg 2019. Bawaslu beranggapan bahwa ada salah satu pasal dalam PKPU yang bermasalah.

Menanggapi masalah ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengundang para pemangku kepentingan tersebut untuk membahas masalah yang saat ini sedang berkembang di media. Wiranto mengatakan bahwa rapat koordinasi tersebut tidak melakukan satu verifikasi salah atau benar. 

Tetapi setelah mendengarkan dari berbagai pihak, terutama dari KPU dan Bawaslu, maka memang tidak ada yang salah diantara lembaga pemangku kepentingan itu. Kedua lembaga ini mempunyai argumentasi hukum yang cukup sahih, dapat diterima, dan rasional, namun jika keputusan itu bertentangan maka lain soal.

"Oleh karena itu kemudian kita tidak mengatakan siapa yang salah, siapa yang benar, tetapi bagaimana pendapat yang berbeda itu kita satukan dalam visi dimana semangatnya sama sebenarnya, bahwa kita semuanya sangat anti korupsi," kata Wiranto seperti dikutip di media hari ini.

Terkait masalah caleg dari mantan koruptor, kuncinya yakni ada di Mahkamah Agung. Ia mengatakan, semua pihak akan meminta kepada Mahkamah Agung untuk melakukan percepatan keputusan terhadap permintaan untuk dapat memutuskan apakah keputusan KPU dengan Peraturan KPU itu ditolak atau dibenarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline