Sebagai warga Tangerang yang bekerja di kawasan Jakarta Selatan, saya sering menggunakan Commuter Line rute Tangerang. Moda transportasi ini menjadi pilihan paling efisien, baik dari segi waktu maupun biaya, jika dibandingkan dengan transportasi umum lainnya maupun kendaraan pribadi.
Selain waktu tempuh yang relatif bisa diprediksi, perubahan operasional seperti peningkatan batas kecepatan (taspat) dan penambahan jumlah rangkaian di lintas Tangerang turut meningkatkan kenyamanan perjalanan bagi para pengguna KRL.
Namun, masih ada sejumlah hal yang menjadi perhatian para komuter di lintas Tangerang. Dalam artikel ini, saya akan membahas lintas Tangerang, mulai dari headway KRL, banyaknya perlintasan sebidang, hingga Stasiun Duri sebagai stasiun transit.
Tentang KRL Lintas Tangerang
Rute KRL Duri--Tangerang, yang juga dikenal sebagai Brown Line, merupakan jalur yang menghubungkan Kota Tangerang dengan Jakarta Barat. Lintas ini dilayani oleh Commuter Line dan KA Bandara Soekarno-Hatta (Basoetta). Untuk pembahasan lengkap mengenai lintas ini, termasuk sejarahnya, baca selengkapnya di Wikipedia.
Per Agustus 2025, seluruh rangkaian KRL Duri--Tangerang sudah menggunakan formasi 10 SF (stamformasi). SF merujuk pada jumlah gerbong dalam satu rangkaian kereta, yang umumnya terdiri dari 6 SF, 8 SF, 10 SF, dan 12 SF.
Dilansir dari detikfinance, lintas Tangerang sempat menggunakan formasi 12 SF pada tahun 2018. Namun, seiring waktu, beberapa rangkaian KRL dipensiunkan dan terjadi redistribusi armada karena kepadatan di lintas lain, sehingga formasi di lintas Tangerang dikembalikan menjadi 8 SF dan 10 SF.
Waktu tunggu (headway) KRL Duri--Tangerang pada jam sibuk berkisar antara 10 hingga 15 menit sekali. Sementara di luar jam sibuk, KRL beroperasi setiap 30 menit. Hingga saat ini, belum tersedia data resmi mengenai rata-rata jumlah penumpang harian di lintas Tangerang per 2025.
Namun, berdasarkan pengamatan saya, mayoritas penumpang yang menuju Stasiun Duri berasal dari Stasiun Tangerang, Poris, Kalideres, dan Rawa Buaya, kemudian mayoritas turun di Pesing, Grogol, dan Duri. Sebaliknya, untuk arah menuju Tangerang, penumpang banyak naik dari Stasiun Duri, Grogol, dan Pesing, lalu banyak turun di Stasiun Rawa Buaya, Kalideres, Poris, dan Tangerang.
Upaya peningkatan frekuensi perjalanan harian di lintas Tangerang tampaknya cukup sulit, karena banyaknya perlintasan sebidang di sepanjang jalur. Terdapat total sembilan perlintasan sebidang dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi sepanjang jalur ini, yaitu perlintasan Grogol, Pesing, Jalan Panjang, Bojong Indah, Rawa Buaya, Kalideres, Poris, Tanah Tinggi, dan Tangerang.
Seluruhnya berada di ruas jalan dengan volume kendaraan harian yang tinggi, sehingga penambahan jadwal perjalanan KRL berisiko memperparah kemacetan, serta meningkatkan potensi gangguan atau kecelakaan.