Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo) Diskursus Kritik Pajak pada Likuidasi dan Merger dengan Teori Kebebasan Positif dan Kebebasan Negatif (sumber: modul dosen Prof Apollo)
Pajak, sebagai tulang punggung pembiayaan negara, tak pernah luput dari perdebatan. Ia adalah instrumen krusial dalam mengatur perekonomian, namun sekaligus sering menjadi sumber kritik dan polemik. Dalam konteks dunia korporasi yang dinamis, dua peristiwa penting, yaitu likuidasi (pembubaran perusahaan) dan merger (penggabungan perusahaan), kerap menjadi sorotan tajam terkait implikasi perpajakannya. Kebijakan pajak dalam kedua proses ini tidak hanya mempengaruhi kelangsungan bisnis, tetapi juga memicu diskursus filosofis mendalam tentang sejauh mana negara boleh melakukan intervensi, dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan konsep kebebasan itu sendiri. Artikel ini akan mengupas diskursus kritik pajak dalam likuidasi dan merger dengan menganalisisnya melalui dua lensa filosofis yang kontras namun saling melengkapi: teori kebebasan negatif (negative liberty) dan kebebasan positif (positive liberty), sebagaimana diungkapkan oleh para pemikir seperti Isaiah Berlin, Robert Nozick, John Locke, Tibor Machan, di satu sisi, serta Jean-Jacques Rousseau, G.W.F. Hegel, T.H. Green, dan Charles Taylor di sisi lain.
Episteme Pajak dalam Likuidasi dan Merger: Fondasi Regulasi
Sebelum menyelami diskursus kritik, penting untuk memahami kerangka pengetahuan atau "episteme pajak" yang mendasari penerapan pajak dalam likuidasi dan merger. Episteme pajak merujuk pada cara pandang, landasan hukum, dan pendekatan sistematis yang digunakan dalam mengenali, menetapkan, dan memungut pajak dalam berbagai peristiwa hukum dan ekonomi. Dalam konteks likuidasi dan merger, episteme pajak menekankan kepatuhan administratif dan substansi hukum, pemenuhan kewajiban perpajakan hingga entitas dianggap selesai, serta kemungkinan pengecualian pajak dalam konteks merger bila sesuai syarat bisnis.
Pajak dalam Likuidasi Usaha: Akhir Sebuah Siklus Bisnis
Likuidasi usaha adalah proses pembubaran perusahaan dengan menyelesaikan kewajiban, menjual aset, dan membagikan sisa kekayaan kepada pemegang saham. Dalam proses ini, perusahaan memiliki aspek pajak yang harus dipenuhi. Pertama, Pajak Penghasilan (PPh) Badan tetap wajib disampaikan melalui SPT Tahunan PPh Badan, termasuk SPT pembubaran. Perusahaan juga wajib menghitung laba/rugi likuidasi, yaitu selisih antara nilai realisasi aset dan nilai tercatat. Kedua, jika ada sisa kekayaan yang dibagikan kepada pemegang saham, maka akan dikenai PPh seperti dividen, baik PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk orang pribadi maupun Pasal 23 untuk badan dalam negeri. Ketiga, penjualan aset yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) selama proses likuidasi dapat dikenai PPN, tergantung jenis asetnya. Terakhir, dari sisi administrasi pajak, perusahaan harus mengajukan permohonan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke KPP dengan melampirkan dokumen hasil likuidasi dan laporan pajak terakhir. Proses likuidasi ini bertujuan untuk mengakhiri status hukum dan kewajiban pajak perusahaan secara sah, menghindari pajak terutang di kemudian hari, dan mencegah sanksi akibat pembubaran tanpa pemberesan kewajiban perpajakan. Pihak yang terlibat adalah Wajib Pajak Badan, likuidator atau direksi, dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas pajak. Proses ini dilakukan saat keputusan pembubaran disahkan dan berlanjut hingga NPWP dicabut, dengan pelaporan dan pengajuan dilakukan di KPP tempat perusahaan terdaftar.
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Maju Terus dilikuidasi. Jika nilai aset saat pembubaran Rp 1 miliar (nilai buku Rp 600 juta) dan utang Rp 200 juta, maka sisa harta yang dibagikan ke pemegang saham (orang pribadi) adalah Rp 800 juta. Keuntungan penjualan aset sebesar Rp 400 juta (Rp 1 miliar - Rp 600 juta) akan dikenai PPh Badan 22%, yaitu Rp 88 juta. Selain itu, dividen sisa harta Rp 800 juta akan dikenai PPh Final 10%, yaitu Rp 80 juta. Total pajak yang terutang saat likuidasi mencapai Rp 168 juta.
Pajak dalam Merger/Penggabungan Usaha: Konsolidasi dan Transisi
Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu entitas, di mana entitas yang bergabung akan kehilangan status hukumnya. Aspek pajak dalam merger meliputi PPh Final atas pengalihan harta yang berpotensi timbul. Namun, pajak ini dapat dikecualikan berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU PPh jika merger dilakukan untuk tujuan bisnis yang sah (bukan sekadar menghindari pajak) dan disetujui oleh DJP. Perusahaan yang melebur tetap menyampaikan SPT sampai saat merger efektif, dan entitas penerima merger meneruskan pembukuan serta kewajiban perpajakan. PPN tidak dikenakan jika pengalihan barang dalam merger bukan merupakan penyerahan dalam konteks PPN. Dari sisi administrasi, perlu ada permohonan pencabutan NPWP bagi entitas yang melebur dan pengalihan kewajiban pajak ke entitas penerus.
Objek pajak pada merger adalah pengalihan aset antarperusahaan yang berpotensi kena PPh, namun bisa dikecualikan jika merger dilakukan untuk alasan bisnis yang sah, bukan penghindaran pajak. DJP sangat ketat dalam memverifikasi apakah merger sah dan layak diberi insentif pajak. Jika merger hanya formalitas, DJP bisa menolak pengecualian PPh. Pajak dihitung saat merger efektif secara hukum, yaitu ketika akta merger disahkan oleh Kemenkumham, dan semua proses perpajakan mengikuti periode fiskal berjalan.
UU PPh memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menggunakan nilai lain yang tidak terutang PPh khusus bagi transaksi penggabungan jika memenuhi persyaratan tertentu. UU PPh memberikan sepenuhnya kepada menteri keuangan, dengan pertimbangan untuk menyelaraskan kebijakan perpajakan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya. Dalam beberapa keputusan terkait, menteri keuangan telah memperkenankan transaksi peralihan suatu hak atas harta tetap yang diakibatkan penggabungan, peleburan, dan perluasan usaha untuk dapat memakai nilai buku. Pemakaian nilai buku tidak akan menimbulkan keuntungan atau kerugian sehingga tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul pada saat transaksi tersebut terjadi(Permana, 2024).