Lihat ke Halaman Asli

Oscarnoise

Freelancer

Demokrasi Sesungguhnya Bukanlah Permainan

Diperbarui: 9 April 2019   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kompasiana.com

Berkaca pada kehidupan kompleks di negara ini, maka sangat diperlukan jalinan pertemanan yang amat luas dikarenakan manusia tidak mampu hidup sendiri alias sering disebut sebagai makhluk sosial. Ketergantungan antar sesama setidaknya bakal terjadi sebab angan - angan manusia untuk hidup sendiri tidak menuai hasil yang sempurna - tidak seperti yang diharapkan. Sehingga dengan kondisi yang tersendat itulah seringkali dimanfaatkan para elit politisi untuk menggaet aspirasi suara rakyat untuk sekedar menuangkan pendapat dalam dunia politik nusantara.

Semakin mendekati perhelatan besar pesta demokrasi yaitu pemilihan calon legislatif dan presiden beserta wakilnya, dapat dilihat bersama ternyata masih banyak masyarakat yang tidak sudi menyuarakan pendapatnya dilihat dengan masih adanya presentase responden pihak netral atau tidak menjawab. Entah mereka tidak mengetahui akan adanya pemilihan kedepannya ini, atau sudah muak dengan janji - janji calon penguasa negeri yang tidak pernah tepat sasaran sesuai visi misi, atau bahkan mungkin telah kalah dengan kondisi sulit kehidupan yang rumit dan mengikat sehingga mereka tunduk dengan sistem taktik materialistik duniawi bergaji buta yang diperoleh dari calon - calon penguasa publik yang rakus akan jabatan di negeri ini. Sungguh ironi.

Responden netral dapat saja terdeteksi apolitis alias tidak berminat pada politik atau sudah tidak lagi bersifat politis karena banyak dari mereka mengira ini hanya ajang permainan demokrasi memperoleh kedudukan yang pada akhirnya tidak menguntungkan khalayak. Justru dari banyaknya pemimpin di negeri ini berkhianat melakukan korupsi, kolusi, bahkan nepotisme hanya untuk kebahagiaan pribadi dan sekelompoknya. 

Bagaimana tidak menderita apabila kenyataan yang terjadi sebenarnya telah membuat rakyat benar - benar merana akan perilaku tercela pemimpinnya. Dari alasan tersebut dapat kita nilai bahwa sebenarnya generasi milenial sudah memiliki jiwa politik untuk memajukan negeri ini. Namun, apa mau dikata justru keadaan berbalik 180 derajat akibat ulah politisi nakal yang merampas hak - hak kepemilikan bersama. Sehingga mereka terkesan ogah - ogahan dalam perjuangan membangun dan memajukan pemerintahan dan negara melalui politik.

Semakin banyaknya generasi milenial di Indonesia khususnya tak lepas dari keuntungan bonus demografi yang didapat oleh negeri kita tercinta. Tak selaras dengan jumlah penduduk yang ada, sistem pendidikan justru amburadul karena banyaknya perubahan sistem akhir - akhir ini yang diterapkan oleh setiap lembaga pendidikan. Ini menjadi kekurangan yang sangat mendasar dikarenakan dari dunia pendidikan inilah pembelajaran mengenai karakter bangsa yang menyangkut dunia politik diberbagai sendi kehidupan diajarkan. 

Bilamana sistem selalu dirombak dan tidak menampakkan hasil yang signifikan, maka dampak yang terjadi berimbas pada anak didik yang hanya menjadi tenaga kerja murahan. Padahal hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan. Sesungguhnya pendidikan diciptakan untuk menghasilkan generasi elit yang memiliki jiwa kepemimpinan yang handal dan mumpuni melewati segala macam tantangan. Tak hanya tantangan untuk meladeni pihak asing di era globalisasi ini, namun juga tantangan untuk membenahi dunia perpolitikan Indonesia yang bobrok karena oknum penguasa yang tak bertanggungjawab.

Selain dunia pendidikan, transparansi media sangatlah dibutuhkan. Media sebagai kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosial. Telah diatur dalam Undang -Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Inilah dasar yang seharusnya menjadi pedoman seluruh media untuk tidak melakukan suatu permainan politik memberikan informasi yang menguntungkan salah satu pihak dan bisa jadi merugikan bagi pihak lainnya. Sehingga keadaan ini memacu hasrat pembaca untuk tidak lagi berminat pada dunia politik lagi (apolitis). Maka, sangat disarankan untuk seluruh media memberlakukan transparansi untuk menarik baca khalayak terutama mengenai literasi politik Indonesia.

Satu lagi bahwa terkadang mimbar bebas itu perlu. Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu. (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum). Mungkin inilah yang dapat merangsang potensi generasi milenial untuk ikut serta dalam menyemarakkan dunia perpolitikan di Indonesia. Tak harus mengartikan politik itu buruk, saling adu domba, dan pasti KKN, namun tergantung niat pribadi masing - masing orang dalam memaknai keikutsertaannya dalam dunia politik. Karena politik adalah seni kemungkinan. (Vic/15-4)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline