Lihat ke Halaman Asli

Jadi #WanitaHebat Seperti Kartini

Diperbarui: 28 April 2017   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahu kah engkau semboyanku?

AKU MAU! 2 patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali

mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan.

Kata AKU TIDAK DAPAT melenyapkan rasa berani.

Kalimat AKU MAU! Membuat kita mudah mendaki puncak gunung.

R.A Kartini (1879-1904)

R.A Kartini hidup di masa dimana kasta sosial dan gender begitu kental. Siapa orangtuamu, dari mana lingkunganmu, apa jenis kelaminmu, akan sangat menentukan hidup dan matimu. Wanita pada masa itu, tidak mempunyai banyak kesempatan untuk berkarya. Apalagi jika wanita itu terlahir miskin, wah, makin tidak ada kesempatannya untuk bisa “bahagia”.

Tapi tahukah kamu apa yang paling menyeramkan dari keadaan itu? Tidak banyak wanita yang menyadari tentang kegelapan yang mereka alami. Kebanyakan hanya menganggap ini bagian dari takdir yang harus dijalani, berusaha tetap tersenyum dan menerima kenyataan yang ada. sebagian wanita lain cukup beruntung ada di sisi yang terang sehingga bisa melihat kegelapan itu, tapi mereka memilih untuk bungkam dan membiarkan kegelapan itu tetap ada di sana.

Inilah yang membuat Kartini berbeda.

Kartini mampu melihat kegelapan itu, dan berteriak untuk menerbitkan terang. Lahir dari keturunan bangsawan, Kartini pun bekersempatan untuk belajar bahasa Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Di samping itu, ada begitu banyak buku berbahasa Belanda yang terus menguatkan Kartini hingga akhirnya dia berhasil membuka sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline