Ternyata ada isu yang lebih dahsyat daripada ijasah palsu pak Jokowi dan tingkah presiden Donal Trump yaitu kisruh royalti musik.
Sejak keramaian dari kasus Agnes Monica yang di tuduh melalukan pelanggaran hak cipta karya Ari bias, lalu berlanjut ke kisah kriminal dari pencipta lagu bernama kenan Nasution, akhirnya terbuka mata publik tentang pemungutan royalti.
Para pencipta lagu yang biasanya diam tak berdaya berusaha keras untuk mendapatkan harta mulia dari hasil kreatifitas.
Namun sayangnya perjuangan para seniman musik sepertinya berhadapan dengan ombak besar yang menjadi penghalang mimpi indah kaum irama.
Ternyata ada beberapa kelompok yang merasa keberatan dengan cara pengumpulan royalti yang di rasa tidak syahdu.
Mulai dari nilai pemungutan yang tidak pantas hingga kerancuan aturan positif yang terlihat.
Padahal royalti adalah harta karun yang sama bernilai seperti hasil tambang.
Kenapa begitu? Karena nilai jual suatu lagu dan musik ada terus ada sampai dunia kiamat.
Setiap manusia butuh suara yang bisa membuatnya nyaman.
Jadi musik dan lagu adalah kebutuhan setiap hari bagi manusia, makanya manusia harus membeli karya seni irama itu dengan uang.
Uang yang terkumpul pastilah bernilai sangat banyak dan mampu menjadi alat untuk membuat sejahtera kelompok seni irama dan bahkan bisa menjadi investasi menguntungkan untuk suatu negara tanpa perlu terlalu pusing memikirkan harga minyak yang mahal.