Lihat ke Halaman Asli

Nadhila Hibatul Nastikaputri

Blogger dan Freelancer

Terlambat Suka Membaca

Diperbarui: 24 Mei 2021   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang Kakek Membaca (Sumber Gambar: https://www.pinterest.com/)

Kamu suka membaca buku usia berapa? Rasanya enggan sekali diri ini menjawab bila ada teman yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan tersebut. Keengganan itu tentu bukan tanpa alasan, sebab saya malu. Malu karena merasa terlambat untuk suka membaca. Kalau dihitung-hitung mungkin baru empat tahun terakhir saya jatuh hati pada buku, mulai menikmati saat-saat membaca, dan merasa haus jika lama tidak mendapat asupan bacaan. Ya, empat tahun belakangan, belum lama bukan?

Lain halnya dengan kakak saya. Semenjak sekolah dasar, perempuan yang terpaut usia lima tahun dengan saya itu sudah cinta membaca. Bahkan ketika memasuki sekolah menengah, ia rutin menyisihkan uang sakunya untuk membeli buku. 

Entah itu novel, buku pengembangan diri, atau pun buku religi, semua ia beli. Melihat kegemarannya membaca dan mengoleksi buku, saya rasa tidak berlebihan jika saya menyebutnya sebagai bibliofili. Dan yang membuat saya kagum, hobi membacanya masih awet hingga kini, saat ia sudah menjadi seorang ibu. Di sela waktu mengurus putrinya ia masih sempatkan membaca buku.

Menarik bukan, kami tumbuh dan dibesarkan di keluarga yang sama dengan pola asuh yang tentunya juga tidak jauh berbeda. Lalu, bagaimana bisa sejak kecil kakak suka membaca sedangkan adiknya tidak demikian?

Nah, di  tulisan kali ini saya akan berbagi cerita perihal keterlambatan menjadi orang yang suka membaca. Saya rasa cerita ini perlu untuk dibagikan. 

Sekadar menjadi refleksi, mengingat data dari UNESCO tahun 2016 menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia bisa dibilang memprihatinkan, yakni hanya 0, 001% (sindonews.com).

Mengapa dulu tidak suka membaca?

Kalau boleh jujur, dulu saya merasa membaca adalah beban. Waktu itu sudah ada mindset pada diri saya bahwa membaca adalah kegiatan yang berat dan membosankan. Mengapa? Setelah mengingat-ingat saya temukan sebuah faktor utama yang menyebabkan saya kurang suka membaca.

Faktor utamanya yakni karena saya membatasi jenis buku bacaan. Memang kebanyakan buku yang saya konsumsi pada waktu sekolah dasar hingga menengah adalah buku pelajaran. Sebetulnya saya juga membaca kumpulan cerpen dan novel yang dimiliki oleh ibu atau kakak, tetapi jumlahnya bisa dikata tidak seberapa.

Sebagian besar buku yang memenuhi rak lemari belajar waktu itu adalah buku LKS, buku paket, modul, dan buku tulis. Itulah mengapa saya selalu merasa membaca menjadi beban, sebab semacam ada tuntutan minimal harus bisa menghafal atau memahami konsep teori-teori pada buku-buku itu. Padahal, seharusnya membaca juga bisa menjadi sarana penyegaran otak, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline