Lihat ke Halaman Asli

Ibnu Abdillah

... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

Simplifikasi, Dikotomisasi: Perbedaan Pilihan Pilpres 2014, Pilkada, dan Pilpres 2019

Diperbarui: 31 Juli 2019   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara Foto

Dunia perpolitikan Indonesia yang semakin memanas dan ganas berawal sejak 2014. Pada Pilpres 2014, sudah tercipta kubu-kubuan yang saling menegasikan. Berlanjut saat Pilkada DKI Jakarta yang semakin tajam dan penuh centang-perenang. Lalu Pilpres 2019 yang memunculkan istilah "perang". Pilpres dan Pilkada, bukanlah perbandingan yang apple to apple. Tapi melihat dikotomi yang diciptakan dan dipertahankan, keduanya saling berhubungan dan berkait-kelindan.

Pertanyaan sederhananya begini: Apakah para pemilih Jokowi-JK semuanya memilih Ahok-Djarot di Pilkada DKI Jakarta? Apakah para pemilih Prabowo-Hatta semuanya memilih Anies-Sandi waktu Pilkada DKI Jakarta?

Lalu, apakah pemilih Anies-Sandi di Jakarta semuanya memilih Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019? Kemudian, apakah para pemilih Ahok-Djarot di Jakarta semuanya memilih Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019?

Atau, tidak adakah pemilih Jokowi-JK yang memilih Anies-Sandi sebagaimana tidak adakah pemilih Prabowo-Hatta yang memilih Ahok-Djarot? Selanjutnya, tidak adakah pemilih Anies-Sandi di Jakarta yang memilih Jokowi-Maruf sebagaimana tidak adakah pemilih Ahok-Djarot yang memilih Prabowo-Sandi?

Untuk menjawabnya, tentu diperlukan metode ilmiah. Meniscayakan kerja dan turun langsung ke lapangan. Tapi setidaknya, dengan berbagai asumsi maupun analisa, kita bisa mengira, bahwa tak semuanya harus dikotak-kotakkan, dibatasi dengan dikotomisasi, dan dijadikan kubu-kubuan. Simplifikasi semacam itu lumayan merusak dan berbahaya sebab mengandung absurditas dan standard ganda, apalagi hanya ada dua pilihan: kampret atau cebong, yang dua-duanya berusaha untuk dibunuh melalui rekonsiliasi, tapi hantunya masih bergentayangan hingga kini, dan sampai nanti.

Akan selalu ada orang-orang yang dulunya memilih Jokowi-JK kemudian memilih Anies-Sandi di Jakarta, sebagaimana ada juga orang-orang yang memilih Prabowo-Hatta lebih memilih untuk memilih Ahok-Djarot saat Pilkada.

Pasti ada pemilih Ahoek-Djarot di Jakarta yang lebih memilih Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019, sebagaimana banyak juga pemilih Anies-Sandi di Jakarta yang menjatuhkan pilihan pada Jokowi-Maruf di Pilpres-nya.

Bahkan pendukung Jokowi-JK dulu banyak yang tak mendukung Jokow-Maruf kini lalu berpindah ke Prabowo-Sandi, sebagaimana pemilih Prabowo-Hatta dulu lebih sreg memilih Jokowi-Maruf lalu meninggalkan Prabowo-Sandi.

Artinya? Tak ada yang statis dalam politik. Setiap orang memiliki pilihan masing-masing, yang dalam banyak hal, kadang tak perlu pertimbangan orang lain. Bisa saja objektif, tapi lebih dominan sisi subjektif. Karena kerja dan prestasi, karena kedekatan emosional-personal, karena hasil bujukan, dan mungkin karena suka dan sreg saja. Alasan terakhir inilah yang paling sering ditemukan. Tak perlu juga dikuliahi atas dasar rasionalitas dalam memilih, apalagi dilawan. Mau apa kalau sudah suka dan sreg dihati?

Kadang, orang lebih memilih bertahan, meski menyakitkan, karena lawan politiknya dianggap kurang sepadan dan dianggap tak akan membawa perubahan. Seseorang juga memilih untuk pergi ketika pilihan sebelumnya dianggap ingkar janji dan merasa dibohongi berkali-kali. Semuanya biasa-biasa saja. Ada pertimbangan dan masing-masing memiliki alasan, diam ataupun diungkapkan.

Selain itu, ada pula orang yang memilih A tanpa menegasikan B. Ada yang memilih B, sembari mengakui bahwa dalam beberapa hal A memiliki kinerja yang baik. Adakah seperti itu? Banyak! Tapi karena simplifikasi yang berlebihan itu, tak ada lagi ruang untuk sekedar menjelaskan. Mereka sama pilihan, tapi beda jalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline