Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya di Diary Ramadan ini, seminggu menjelang Hari Raya itu aktivitas dan produktivitas keluarga malah padat-padatnya, ulasan kali ini akan saya tuliskan bagaimana keadaan Pasar waktu sahur.
Pagi masih pekat ketika saya terbangun, mata masih terasa berat, tetapi saya tahu ibu sudah lebih dulu bersiap. Hari-hari menjelang Lebaran selalu menjadi masa-masa paling sibuk bagi keluarga kami, terutama bagi ibu yang setiap hari berjualan di pasar. Jam menunjukkan pukul tiga pagi ketika saya bergegas menemani ibu ke pasar.
Di luar, udara malam masih terasa dingin, jalanan lengang, hanya sesekali motor atau mobil melintas, mungkin mereka yang baru pulang dari kegiatan sahur di luar rumah.
Tapi suasana berubah begitu kami tiba di pasar. Gelapnya pagi seakan sirna oleh riuh rendah suara manusia.
Pedagang sudah sigap dengan barang dagangan mereka, pembeli sibuk memilih dan menawar, sementara aroma khas pasar, bau sayur segar, rempah-rempah dan sedikit bau anyir dari lapak ikan dan daging menyelimuti udara.
Ramadan memang selalu membawa ritme baru bagi pasar tradisional. Jika biasanya pasar mulai ramai selepas subuh, di bulan puasa justru menjelang sahur dan sore hari yang menjadi puncak keramaian. Dan kini, menjelang Lebaran, suasana semakin riuh.
Biasanya kalau di bulan Ramadan pasar-pasar di daerah saya ramainya itu waktu menjelang sahur dan sore hari.
Nah mendekati Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, saat prepegan (kegiatan berbelanja kebutuhan Lebaran yang dilakukan secara mendadak dan mendesak menjelang Hari Raya) itu biasanya pasar semakin ramai.
Di mana ibu-ibu rumah tangga mulai menyiapkan bahan makanan untuk hidangan khas lebaran, membuat suasana pasar semakin padat.
Ditambah lagi, daerah saya adalah salah satu tujuan para pemudik yang mulai berdatangan dari perantauan. Hal ini menyebabkan kebutuhan belanja masyarakat meningkat, mulai dari bahan pokok, sayur-mayur, hingga bumbu dapur dan daging.