Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Murfid Aryawirasena

Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada Yogyakarta

Gajah di Ujung Tanduk: Bersama Selamatkan yang Hampir Punah

Diperbarui: 1 Oktober 2025   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gajah di Ujung Tanduk: Bersama Selamatkan yang Hampir Punah

Muhammad Murfid Aryawirasena (25/561411/KT/11224)

Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

muhammadmurfidaryawirasena@mail.ugm.ac.id

  • ABSTRAK

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan spesies kunci dalam ekosistem hutan tropis Indonesia yang kini berada di ambang kepunahan. Populasinya terus menurun akibat faktor ekologis seperti rusaknya habitat, perburuan gading, dan konflik dengan kepentingan manusia. Sebagai spesies kunci, hilangnya gajah tentu akan mengancam keseimbangan ekologis, mengancam keanekaragaman hayati, dan mungkin mempercepat degradasi hutan. Sementara itu, berbagai upaya konservasi seperti perlindungan satwa, pembangunan habitat, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum diuraikan sebagai bersama. Artikel ini bercerita tentang gajah dan ancaman yang sedang dihadapi, serta mengajak pembaca turut serta dalam gerakan Speak for the Species untuk melindungi gajah dan melakukan aksi nyata agar satwa ini tetap bertahan.

  • PENDAHULUAN

Di tengah lebatnya hutan Sumatera, hentakan suara kaki gajah yang dulu mengguncang tanah kini semakin jarang terdengar. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) kini sedang menghadapi ancaman serius menuju kepunahan. Populasi yang tersisa, diperkirakan tinggal berkisar 1.100-1.300 ekor terus menurun akibat perusakan habitat, perburuan gading, dan aktivitas manusia.

Sebagai spesies kunci, gajah memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologis. Gajah membuka jalur hutan, menyebarkan biji tanaman, dan membuat ruang hidup bagi makhluk lainnya. Kehilangan gajah bukan hanya kehilangan satu spesies, tetapi juga ancaman terhadap stabilitas ekosistem, sekaligus peringatan darurat bagi seluruh pihak yang bertanggung jawab.

 Namun, di balik ancaman itu, harapan masih ada. Berbagai langkah konservatif telah digalakkan, seperti pembuatan koridor satwa, edukasi masyarakat, hingga penegakan hukum kepada pelaku perburuan. Artikel ini mengajak pembaca agar lebih peduli terhadap keseimbangan ekosistem dan keberadaan satwa, untuk memastikan bahwa mereka tetap menjadi bagian dari keanekaragaman hayati Indonesia. Karena jika kita tidak bersuara, suara gajah bisa benar-benar tidak akan terdengar lagi.

Di banyak kawasan pinggir hutan, ruang bagi gajah semakin sempit dan dipenuhi perkebunan, pemukiman, serta jalan. Masalahnya bukanlah tentang siapa yang lebih butuh, tetapi soal tata ruang yang belum dikelola dengan baik, perubahan yang terlalu cepat, pengawasan yang lemah, dan pilihan pembangunan yang kurang tepat. Akibatnya, konflik yang tidak dapat dihindarkan antara manusia dan satwa yang membuat keutuhan hutan kian rapuh.

  • PEMBAHASAN

Ancaman utama terhadap Gajah Sumatera berawal dari rusaknya habitat akibat alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan sawit, pertanian, dan jalur infrastruktur, membuat hewan terpaksa menjelajah ruang yang sudah terganggu hingga sering kali membuatnya mendekati permukiman untuk mencari makan. Kondisi ini bukan saja meningkatkan konflik yang terjadi, tetapi juga membuat satwa merusak tanaman, menimbulkan kerugian ekonomi, dan mengurangi ketersediaan sumber pakan alami dan area jelajah bagi gajah. Perubahan iklim yang semakin ekstrem ikut memengaruhi cuaca dan ketersediaan air, sehingga gajah terpaksa bermigrasi lebih jauh dan rentan terhadap stres.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline