Lihat ke Halaman Asli

Muh Khamdan

TERVERIFIKASI

Researcher / Analis Kebijakan Publik

Anak Boleh Banyak, Tapi Pria Sejati Harus Cerdas Memilih KB

Diperbarui: 1 Mei 2025   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi vasektomi sebagai KB pilihan untuk pria (Sumber: popmama.com)

Di tengah dinamika pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus menekan sektor-sektor vital seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan, keluarga berencana (KB) semestinya menjadi agenda bersama. Sayangnya, meski program KB telah berlangsung puluhan tahun, satu bentuk kontrasepsi paling efektif berupa vasektomi, masih dipandang sebelah mata, terutama oleh laki-laki.

Vasektomi, secara medis, memiliki tingkat keberhasilan mencegah kehamilan yang sangat tinggi. Prosedurnya relatif aman, cepat, dan minim risiko. Namun, partisipasi pria dalam metode ini masih sangat rendah. Menurut data BKKBN, hanya sekitar 0,2% peserta KB di Indonesia yang menggunakan metode vasektomi, dan angka ini nyaris stagnan dalam satu dekade terakhir.

Dari perspektif sosiologi kesehatan, rendahnya partisipasi vasektomi mencerminkan ketimpangan peran gender dalam pengambilan keputusan reproduksi. Beban pengendalian kelahiran selama ini secara historis dan struktural dibebankan pada perempuan, seolah-olah mereka satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap konsekuensi biologis dan sosial dari kehamilan.

Hal ini menjadi ironi dalam masyarakat yang sedang bergerak menuju kesetaraan gender. Bukankah dalam relasi pernikahan, suami dan istri memiliki kedudukan sejajar? Bukankah tanggung jawab terhadap kesehatan reproduksi seharusnya dibagi rata, bukan dipikul sepihak oleh perempuan melalui pil KB, suntik, IUD, atau implan?

Dalam diskursus maskulinitas tradisional Indonesia, banyak laki-laki masih menganggap bahwa tindakan vasektomi adalah bentuk 'pengebirian' atau hilangnya kejantanan. Stigma ini berakar dari miskonsepsi mendalam bahwa maskulinitas diukur dari kemampuan bereproduksi atau 'menaklukkan' lewat keturunan.

Vasektomi bukan akhir dari kejantanan, tapi awal dari tanggung jawab. Saat pria berani melangkah mengambil peran dalam KB, di situlah cinta, kesetaraan, dan keberanian bertemu dalam satu keputusan yang bermakna.

Di sinilah teori psikologi kemiskinan menawarkan perspektif penting. Ketika seseorang hidup dalam keterbatasan ekonomi dan pendidikan, kapasitas berpikir jangka panjang menjadi tergerus. Pilihan kontrasepsi seperti vasektomi, yang manfaatnya bersifat jangka panjang, cenderung dihindari karena tidak menghasilkan "keuntungan" instan secara emosional atau sosial.

Banyak pria dalam lapisan masyarakat menengah ke bawah merasa bahwa semakin banyak anak, semakin besar peluang untuk mendapatkan penghidupan di masa depan. Paradigma "banyak anak banyak rezeki" masih kuat mengakar, bahkan di wilayah urban sekalipun. Padahal dalam kenyataannya, beban ekonomi keluarga justru makin berat.

Sementara itu, perempuan terus-menerus menjadi obyek eksperimen alat kontrasepsi, dengan berbagai efek samping hormonal yang mereka tanggung secara fisik dan psikis. Di sinilah vasektomi bisa menjadi bentuk nyata solidaritas suami kepada istri, yaitu mengambil alih sebagian beban biologis, medis, dan psikologis dalam pengendalian kelahiran.

Maka penting kiranya untuk membangun narasi baru bahwa vasektomi bukanlah bentuk kekalahan maskulinitas, melainkan ekspresi tanggung jawab dan cinta. Pria yang bersedia menjalani vasektomi adalah pria yang sadar akan keseimbangan peran dan beban dalam pernikahan. Sebelum memutuskan menjalani vasektomi, komunikasi antara suami-istri adalah kunci. Diskusikan secara terbuka tentang rencana jumlah anak, risiko medis dari berbagai metode kontrasepsi, dan kesiapan psikologis untuk berhenti memiliki keturunan. Konsultasi dengan dokter juga sangat penting untuk mendapatkan pemahaman ilmiah yang utuh.

Setelah prosedur vasektomi dilakukan, penting untuk mengikuti petunjuk pemulihan, termasuk istirahat cukup dan menghindari aktivitas berat selama beberapa hari. Pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan keberhasilan prosedur dalam memutus saluran sperma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline