Lihat ke Halaman Asli

Implikasi Aspek Perpajakan terhadap Bentuk Usaha Tetap dari Sudut Pandang UU PPh No. 36 Tahun 2008

Diperbarui: 9 April 2021   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Aspek Perpajakan Terhadap Bentuk Usaha Tetap dari Sudut Pandang UU PPh No. 36 Th 2008

A.  Pendahuluan

Perubahan Globalisasi memberikan dampak yang posistif dalam Perkembangan transaksi internasional yang meliputi perdagangan, jasa, dan modal, maka pajak menjadi masalah/isu klasik, misalnya negara mana yang berhak memajaki penghasilan yang timbul dari transaksi internasional, transfer pricing, penyelundupan dan penggelapan pajak, dan lain-lain. 

Kiranya untuk mencegah masalah perpajakan yang timbul dari transaksi internasional itu diperlukan kerjasama di antara negara-negara dan salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah perjanjian bilateral di bidang perpajakan, yang dikenal dengan Perjanjian penghindaran pajak berganda (Tax Treaty).

Berkaitan dengan Tax Treaty kemudian muncullah suatu model subjek pajak baru yang sering kita kenal dengan istilah Bentuk Usaha Tetap. Bentuk Usaha Tetap sekarang ini sudah menjadi terminologi baku dalam ketentuan Pajak Internasional. Adanya Bentuk Usaha Tetap ini mempengaruhi Hak suatu negara untuk mengenakan pajak terhadap obyek yang di maksud. 

Dalam prakteknya, di negara Indonesia ternyata konsistensi secara hukum berkaitan dengan status personil bentuk usaha tetap yang diperlakukan sebagai subjek pajak luar negeri ini masih perlu kita kaji lagi. 

Kenyataan di atas kita lihat di dalam perjalanan UU Pajak kita dalam menentukan status BUT, Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1967 tentang perubahan dan penyempurnaan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932, Pajak Perseroan 1925 menempatkan BUT sebagai subjek pajak luar negeri, kemudian Undang-undang No. 7 Tahun 1983 dalam pasal 2 ayat 3 (c) menempatkan BUT sebagai subjek pajak dalam negeri, di dalamnya menyebutkan: yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut

BUT (Permanent Establishment) merupakan terminologi perpajakan internasional yang merupakan konsekuensi dari kegiatan usaha dengan basis/lokasi tetap di negara treaty partner, setelah memenuhi kondisi-kondisi tertentu yang diatur dalam Tax Treaty atau Undang-undang, seperti: jenis kegiatan usaha yang dilaksanakan di negara treaty partner, sumber penghasilan dan jangka waktu ("Time Test"). Adanya Bentuk Usaha Tetap ini mempengaruhi Hak suatu negara untuk mengenakan pajak terhadap obyek yang di maksud.

B. Pengertian Bentuk Usaha Tetap Berdasarkan UU PPh

Dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 maksud bentuk usaha tetap adalah  bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Mengenai Batasan waktunya sebanyak 183 hari dalam satu tahun diterapkan apabila antara Indonesia dan negara asal perusahaan tersebut tidak memiliki tax traety atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). sebaliknya apabila antara Indonesia dengan negara asal perusahaan tersebut terdapat tax treaty atau P3B maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti perjanjian yang disepakati kedua negara tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline