Mohon tunggu...
Muhammad Hidayat
Muhammad Hidayat Mohon Tunggu... Administrasi - Dayatayek
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mercubuana University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Aspek Perpajakan terhadap Bentuk Usaha Tetap dari Sudut Pandang UU PPh No. 36 Tahun 2008

9 April 2021   01:04 Diperbarui: 9 April 2021   01:16 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

c. Bentuk Usaha Tetap yang Menjadi Subjek Pajak

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan bahwa bentuk usaha tetap (BUT) yang menjadi subjek pajak penghasilan terdiri saat ini dari :

  • Tempat kedudukan manajemen, Cabang perusahaan., Kantor perwakilan.
  • Gedung kantor., Pabrik., Bengkel, Gudang., Ruang untuk promosi dan penjualan.
  • Pertambangan dan penggalian sumber alam.
  • Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
  • Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
  • Proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan.
  • Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
  • Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
  • Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi eklektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalaui internet.

C. Objek Pajak BUT

Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan bahwa cakupan penghasilan dari BUT di Indonesia Meliputi :

  • Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai berdasarkan yang tertera dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh
  • Force of Attraction”: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf b).
  • Atribusi karena hubungan efektif: penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c).

D. Penghasilan Dan Biaya BUT

Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagian dari perusahaan yang memiliki pusat di luar negeri, namun untuk BUT nya sendiri diperlakukan sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri. Sebagaimana perusahaan pada umumnya di dalam negeri, setiap penghasilan yang diterima BUT tidak selamanya Obyek Pajak. Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:

  • Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
  • Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
  • Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-undang PPh yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang dimaksud.

Atas penghasilan kantor pusat yang digabung ke BUT Indonesia, jika telah dilakukan pemotongan oleh pihak lain, maka PPh Pasal 26 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan atau menjadi tidak final. (berdasarkan atas pasal 26 ayat 5 huruf a Undang-undang PPh). 

Sedangkan biaya yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto atas obyek BUT adalah sebagai berikut : a) Biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan usaha BUT, b) Biaya-biaya yang terkait sehubungan dengan penghasilan dari kantor pusat yang penghasilannya dihitung kembali di BUT, c) Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan sebagai biaya adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, d) Biaya administrasi tersebut maksimal sebanding dengan besarnya peredaran usaha BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha perusahaan di seluruh dunia.

Dengan demikian dibutuhkan laporan keuangan konsolidasi yang meliputi seluruh usaha atau kegiatan diseluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan dan harus diaudit oleh Akuntan Publik yang mengungkapkan rincian peredaran usaha perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan pada masing-masing BUT di negara tempat BUT tersebut berada.

Pembayaran kantor pusat yang tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah

  • Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya, Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
  • Bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan, Pembayaran yang diterima atas Imbalan, Bunga dan Royalti yang diterima oleh Kantor Pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
  • Dari uraian diatas, katagori penghasilan yang dimasukkan ke dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah sebagai berikut :

Berdasarkan penghasilan dimana dia peroleh labanya. Berdasarkan penarikan penghasilan kantor pusat ke BUT di Indonesia, apabila terjadi usaha yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia, hal ini agar tidak terjadi pengelakan pajak yang timbul akibat penghasilan dari Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun