Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Cerpen: Antreas

Diperbarui: 9 Maret 2021   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mendapatkan kepuasan diri yang menyedihkan | Ilustrasi oleh Kevin Schmid via Pixabay

Tatkala perang telah berakhir, Antreas meninggalkan pasukannya tanpa diketahui. Ia berjalan menyusuri Padang Wahiba dengan untanya yang setia. Sang kaisar justru memilih melarikan diri dari pesta kemenangan para pasukannya. Dengan jubah putih tanpa darah, hatinya turut bersih menjaga kesucian.

"Untuk apa semua itu?" bisiknya dengan hati terenyuh.

Sesosok malaikat pasti telah turun menaburkan debu ajaibnya, karena tiba-tiba saja sebuah pohon rindang di tengah gurun sedang menjaga kesejukannya untuk Antreas. Dalam rehatnya yang sepi, ia duduk bertapa mengolah hidupnya.

Di sini ia bersukacita akan spiritnya dan penyendiriannya, sama sekali tidak merasa letih. Namun badannya sedikit gemetar. Langit gelap di tengah gurun tak dikiranya akan dingin sedingin ini.

Sekian lamanya kesunyian mencekik, ia berseru pada langit bersama jiwa soliternya:

"Duh, bintang megah! Apa yang menjadi kebahagiaan kau jika tidak ada mereka yang kau sinari? Kau selalu datang mamayungiku dalam gulita, kau akan menjadi letih akan cahayamu sendiri jika itu bukan untukku dan untaku.

Sungguh kami umat manusia selalu menantimu setiap pagi. Tapi perhatikan! Orang-orang telah letih dengan sendirinya hingga bintang tiruan telah banyak diciptakan. Siapakah yang akan kau sinari sekarang? Hanya aku dan untaku, wahai engkau yang bercahaya pucat!

Kapan kau akan berhenti bersinar? Tidakkah kau menyadarinya bahwa mereka yang kau sinari telah berkhianat? Tapi, janganlah menangis, kekasihku! Nun jauh di sana, para manusia bijak sedang berbahagia dalam kebodohannya dan manusia miskin sedang berbahagia dalam kekayaannya.

Ketahuilah, mereka selalu merindukanmu! Hujanilah aku dengan sinarmu! Mataku yang hening bisa melihat kebahagiaanmu yang berlimpah tanpa rasa iri! Perhatikan! Tetesan air menguap bersama air matamu. Sesungguhnya peranmu tak akan pernah tergantikan, duhai kekasihku!"

Dan pada keesokan paginya, ia bangkit bersama fajar melangkah ke hadapan sang surya, lalu menyaksikan sesuatu yang amat janggal.

Dalam pandangannya yang penuh fatamorgana, tampak samar-samar sebuah pemukiman sedikit rumah. Ia semakin yakin bahwa tidurnya sangatlah lelap hingga angin gurun berhasil menggiringnya terbang bersama pasir-pasir itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline