Lihat ke Halaman Asli

Muallifah S. Madani

Content Writer

Geliat Embrio Penafsiran di Nusantara dan Evolusi Launnya

Diperbarui: 14 November 2022   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Judul                : Jaringan dan Pembaharuan ULAMA TAFSIR NUSANTARA 

Pengarang        : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

Penerbit           : Minggu Makmur Tanjung Lestari

Cetakan            : Bandung, 2020

Tebal Buku      : 216 Halaman

ISBN                 : 978-623-7715-18-4

            Penulisan tafsir di Indonesia telah ada sejak abad XVII M. Tarjuman al-Mustafid merupakan karya yang diduga sangat kuat menjadi pelopor lahirnya berbagai corak dan penafsiran di Indonesia serta mampu memunculkan embrio-embrio baru di bidang tafsir. Setidaknya terdapat dua aspek yang disebutkan Hasani Ahmad Said dalam buku tersebut upaya transmisi ulama, pertama melalui pengajian dan kedua melalui penulisan. Pengkajian Tafsir Qur'an di Nusantara bak gayung bersambut karena terbukti dari karya kitab tafsir yang ditulis oleh Abdurahman Rauf as-Singkili yang menjadi pijakan dan pelopor munculnya penafsiran terhadap al-Qur'an di Asia Tenggara khususnya. Lalu, pertumbuhan dan perkembangan kajian tafsir dan pemikiran tafsir Nusantara yang memiliki keragaman metode serta pendekatannya, indikasi ini menjadi bukti adanya semangat para ulama mufassir untuk berdakwah melalui tafsir al-Qur'annya. Kemudian tidak hanya itu, para ulama menginginkan tafsir di Indonesia disajikan dengan budaya para pembacanya, yaitu para penduduk di bumi Nusantara karena biasanya karya tafsir sering disajikan dengan kultur aslinya yaitu kultur Arab.

Penggagas Tafsir Qur'an di Asia Tenggara

            Selain para pengkaji tafsir mungkin tidak ada yang tahu siapa pelopor utama adanya penulisan dan kajian tafsir di Indonesia, karena media-media yang tersedia sangat terbatas. Tidak seperti saat ini. Media yang dikembangkan sangat beragam, tidak hanya melalui buku, koran atau radio. Jadi untuk melakukan dakwah sangat mudah sekali melalui berbagai flat form yang tersedia. Dalam buku karya Hasani tersebut memberikan informasi yang detail mengenai sang pelopor penafsiran di Nusantara ini sehingga mampu memberikan geliat terhadap munculnya karya-karya tafsir setelahnya dan menjadi oase bagi perkembangan penafsiran setelahnya.

            Abd ar-Ra'uf al-Singkili adalah pelopor penafsiran al-Qur'an di Nusantara melalui karyanya Tarjuman al-Mustafid dan satu karya lainnya Azyumardi Azra, Ervan Nurtawab dkk., menginformasikan bahwa sekitar abad XVII M. telah ditemukan bukti paling awal di Nusantara setelah lebih dari 300 tahun sejak komunitas Muslim Nusantara itu mulai mewujudkan dirinya dalam kekuasaan politik yaitu di Cambridge yang memuat tafsir surat al-Kahfi. Dua karya inilah yang menjadi embrio pijakan penulisan tafsir al-Qur'an di Asia Tenggara. [Hal. 29-30]

            Dalam bukunya Hasani mengungkapkan bahwa kendati dalam penulisannya sudah banyak diungkap jaringan ulama tafsir di Nusantara, namun penulisan ini baru sebatas negara ASEAN, itu pun hanya mengerucut pada lima negera yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam. Artinya masih banyak beberapa negara Asean yang lain yang belum terungkap atau bisa jadi ada perkembangan atau kemajuan karya-karya ulama tafsir Nusantara lainnya. [Hal. 185-186]. Akan tetapi justru hal ini yang membuat tertarik dari buku ini karena dari pengerucutan pengambilan sejarah munculnya embrio penafsiran di Nusantara menjadi pemantik bagi penulis lainnya untuk melanjutkan penulisan tentang sejarah dan jejaring penafsiran di Nusantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline