Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Mazhab Kenthirisme, Sebuah Pertanggungjawaban Terbuka

Diperbarui: 5 Desember 2020   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paul Feyerabend, inspirasi Kenthirisme (Foto: pkfeyerabend.org)

Kata "kenthir", bagi kebanyakan orang, pasti dirujuk pada perilaku agak sinting, tak lazim, menyimpang, atau kurangajar. Sebab dalam kultur penutur asli kosakata itu, Jawa, pengertiannya memang kurang lebih demikian. Pun dalam kultur Batak, "kintir" sebagai padanan "kenthir" kurang lebih diartikan serupa itu.

Tapi, ketika kata "kenthir" itu dulu saya angkat ke tataran konsep, kemudian paradigma tekstualisasi "kenthirisme",  telah terjadi alih-makna menjadi "anarkisme inovatif".  Sesuatu yang anarkis, memang akan terkesan "kurang ajar" atau "menyimpang". Begitu pun sesuatu yang inovatif, cenderung diartikan "tak lazim" atau "agak sinting".  Singkat kata, berbeda atau bahkan bertolak-belakang dengan gejala umum.

Saya pikir, Kompasianival 2020 ini adalah momen yang pas, sekurangnya bagi saya pribadi, untuk mempertanggungjawabkan konsepsi "kenthir" dan paradigma, atau mazhab, "kenthirisme" itu. Intensinya guna mencegah kesalah-pahaman berkelanjutan tentang kenthir dan kenthirisme. Juga untuk menghentikan pejorasi tentang konsep dan mazhab itu.

Saya akan mulai dari perkara sederhana, soal penulisan kata "kenthir" yang mbalelo dari kaidah penulisan Bahasa Indonesia. Kemudian memapar singkat anarkisme metodologi, yang menjadi inti episteme kenthirisme. Sebelum akhirnya masuk pada  babaran intuisi dan sedrendipitas, cara kerja kenthirisme.

"Kenthir", Bukan "Kentir"

Rekan Khrisna Pabichara adalah orang yang paling menentang cara penulisan "kenthir" dengan huruf /h/.  "Nabi munsyi", ini julukan dari saya untuknya, itu berkeras yang benar adalah "kentir". Sebab sesuai kaidah pengindonesiaan kosa kata asing dan lokal,  huruf /h/ yang mengikuti konsonan harus dilesapkan.

Saya menghargai kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar itu. Tapi juga saya punya alasan untuk tidak mematuhinya. Penulisan "kenthir" dengan /h/ itu adalah penanda anarkisme tekstulisasi. Dengan penulisan seperti itu, saya ingin konsisten menunjukkan bahwa "kenthir" dan "kenthirisme" adalah inovasi, suatu alternatif terhadap mazhab regulerisme, ketaatan pada aturan.

Sebagai contoh, regularisme mempersyaratkan adanya garis-besar (outline) tekstualisasi. Kenthirisme tidak menyalahkan itu, tapi menolak penerapannya. Karena, seperti akan saya tunjukkan nanti, proses kerja intuisi dan serendipitas dalam kenthirisme justru anti-regulasi.

Contoh lain, regularisme  mengajarkan alur tekstualisasi  linear "data-olah/analisis-tulis/sunting". Kenthirisme menolak linearisme semacam itu. Dia melihat peoses tekstualisasi sebagai proses dinamis, bolak-balik triangular antar tiga fase .

Jadi penulisan "kenthir" dengan /h/ bukan karena tidak tahu aturan.  Itu dilakukan sebagai penanda muatan anarkisme-inovatif dalam konsep kenthir dan mazhab kenthirisme.

Jiwa Anarkisme pada Kenthirisme

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline