Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Quranul Kariem

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri

Analisis Pembatasan Masa Jabatan Presiden Republik Indonesia

Diperbarui: 5 Maret 2019   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang menganut paham demokrasi perwakilan, dimana negara mengadopsi konsepsi kedaulatan rakyat yang dituliskan dalam konstitusi. Pasca selesainya amademen keempat Undang-Undang Dasar 1945 yang akhirnya ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002, struktur ketatanegaraan kita menjadi banyak berubah. 

Republik Indonesia secara tidak langsung menganut konsep pembagian kekuasaan (separation power) dari Charles de Montesque, dengan tiga cabang kekuasaan (trias politica) yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Republik Indonesia juga menganut sistem pemerintahan presidensil, dimana kepala negara merangkap sebagai kepala pemerintahan dengan dipilih langsung oleh rakyat, dan kekuasaan presiden pada hakekatnya tidak bergantung pada lembaga legislatif. 

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang sebelumnya merupakan lembaga tertinggi negara, berubah drastis tugas, pokok, dan fungsinya dalam ketatanegaraan. Sistem presidensil sesungguhnya memberikan peran sentral kepada Presiden untuk menjalankan pemerintahan dalam pengertian yang luas.

Artikel ini akan membahas perihal pembatasan kekuasaan Presiden Republik Indonesia yang diatur dalam konstitusi. Undang-Undang Dasar 1945 pada awalnya mengatur pembatasan kekuasaan di pasal 7 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali". 

Aturan inilah yang membuat Suharto mampu menjadi Presiden Republik Indonesia selama tiga puluh tahun (1968-1998), sehingga pada era reformasi konsep pembatasan kekuasaan ini dirubah menjadi lebih tegas pada amademen pertama, yaitu menjadi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan". 

Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dibatasi secara lebih jelas dengan dapat dipilih kembali maksimal hanya sepuluh tahun.

Pembatasan tersebut sesungguhnya dimaksudkan agar Presiden tidak lagi memanfaatkan kekuasaannya secara tidak tepat untuk mempertahankan jabatan Presiden. 'Trauma' masyarakat terhadap terlalu panjangnya masa jabatan presiden pada pemerintahan orde baru, membuat klausul pasal 7 UUD tersebut menjadi prioritas utama untuk dilakukan amademen. 

Hegemoni kekuasaan presiden tidak hanya terjadi pada masa orde baru, namun juga pada masa orde lama (1959-1967) pasca dikeluarkannya dekrit presiden untuk kembali memberlakukan UUD 1945. 

Kekuasaan eksekutif yang terlalu kuat ditangan Presiden, disebut oleh Lijphart (1999) sebagai pola executive heavy atau artinya adalah dominasi eksekutif terhadap legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pada era reformasi pasca amademen konstitusi kita, Presiden Republik Indonesia yang sedang menjabat atau disebut incumbent, dapat 'kembali berkompetisi' pada pemilihan umum di tahun kelima ia menjabat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline