Lihat ke Halaman Asli

Motulz Anto

TERVERIFIKASI

Creative advisor

Kisah Seorang Ibu yang Mengubah Desanya di Kalimantan Selatan

Diperbarui: 19 Mei 2018   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata Hutan Mangrove di Desa Langadai (foto milik @motulz)

Bepergian ke tempat baru itu selalu menarik dan menyenangkan. Kali ini saya diajak berkunjung ke tempat baru bernama Kotabaru. Ya! namanya Kotabaru, bukan kota yang baru tapi sebuah kota yang berada di selatan Kalimantan.

Saya diajak oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Indocement) bersama beberapa teman blogger lainnya untuk melihat-lihat beberapa aktivitas dan inisiatif dari masyarakat di sana berkolaborasi dengan Indocement.

Yang menarik dari kunjungan ini adalah kami justru tidak diajak melihat aktivitas pabrik semen. Padahal saya sudah terpukau melihat mesin-mesin besar dan gigantik saat kapal motor kami tiba di dermaga Pelabuhan Kompleks Pabrik Tarjun.

Untuk menuju pelabuhan ini saja kami butuh perjalanan dengan perahu motor selama 30 menit menyusuri rawa-rawa hutan bakau hingga selat yang memisahkan antara Pulau Kalimantan dengan Pulau Laut tempat pesawat kami mendarat.

Kotabaru (foto milik @motulz)

PT. Indocement Tarjun Kotabaru (foto milik @motulz)

Kunjungan pertama kami adalah ke Desa Langadai. Kami mengunjungi ibu-ibu yang membuat makanan ringan sebagai oleh-oleh khas Kotabaru. Salah satu yang khas dan enak menurut saya adalah kerupuk amplang. Kerupuk ini kalau di Sumatera menggunakan ikan tenggiri, nah kalau di sini mereka menggunakan ikan bandeng sebagai bahan dasarnya.

Lalu saya tertarik dengan kisah salah seorang ibu usia kisaran 30 tahun bernama Ibu Adawiyah. Saat pertama memperkenalkan diri Ibu Adawiyah ini sama dengan ibu-ibu lainnya yaitu membuat oleh-oleh khas Kotabaru.

Ibu Adawiyah membuat kudapan dari bahan pakis dan membuat sirup dari buah yang diambil dari pohon mangrove. Akhirnya pembicaraan kami beralih kepada hutan bakau yang ternyata punya kisah tragis dahulunya.

Ternyata Ibu Adawiyah ini merupakan salah satu motor penggerak gerakan menanam kembali hutan mangrove yang gundul. Jadi tak jauh dari kediaman para ibu-ibu ini di Desa Langadai, terdapat sebuah kawasan hutan mangrove yang sempat gundul karena tanaman tersebut dibabat masyarakat untuk dijadikan kayu bakar.

Ibu Adawiyah bersama masyarakat desa berupaya menanam kembali pepohonan di kawasan hutan mangrove agar tidak terjadi abrasi. Inisiatif ini sudah dilakukan sejak tahun 2014 yang kemudian mendapatkan dukungan dari Indocement. Ya betul.. Ibu Adawiyah ini dulunya pernah bekerja untuk perusahaan kontraktor Indocement.

Dukungan yang maksimal ini akhirnya membuahkan hasil. Sudah hampir 21 ribu lebih batang pohon yang ditanamkan di kawasan yang luasnya lebih dari 14 hektar, kini menjadi rimbun kembali. Bahkan, saat ini kawasan hutan mangrove di desa ini malah menjadi tempat wisata masyarakat di Kotabaru.

Ibu Adawiyah (foto milik @motulz)

Hutan Mangrove Desa Langadai (foto milik @motulz)

Selain cerita akan konservasi flora di hutan bakau, kami pun mendapatkan cerita lain yaitu tentang konservasi fauna atau hewan. Ya betul, namanya juga Kalimantan tentu banyak ditemukan hewan di sini. Sayangnya keberadaan beberapa jenis hewan sudah makin langka akibat aktivitas pencurian hewan dan penjualannya di pasar gelap.

Indocement mengambil inisiatif untuk mencoba menjaga dan melestarikan beberapa hewan yang dalam keadaan krisis ini. Dari yang bisa saya lihat kemarin adalah Rusa Sambar, Owa-owa, dan Kera Bekantan. Bayangkan saja, Bekantan ini adalah hewan yang sudah menjadi ikon Kalimantan Selatan namun sudah berada diambang kepunahan akibat pencurian tadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline