Ketika memahami pembacaan buku hanya untuk buku-buku selain kitab suci belaka, maka kita telah gagal memahami makna sebuah pembacaan. Kenapa Tuhan menurun Kitab-kitab Suci-Nya? Karena Tuhan memahami eksistensi manusia yang akan tersasar-sasar dalam perjalanannya. Bahkan mungkin dapat dikatakan bahwa bukanlah manusia kalau tak pernah tersasar-sasar pada awalnya. Lalu, Tuhan menurunkan Kitab-kitab Suci itu untuk kembali menunjukkan fitrah hidup dan kehidupan manusia.
Kitab Suci merupakan kitab paling babon. Di dalam Kitab-kitab Suci itulha segala macam ilmu ada terkandung di dalamnya. Bahkan ilmu-ilmu yang tak pernah mau mengikuti kaidah-kaidah keilmuan yang dibuat manusia karena Kitab-kitab Suci itu mengatasi segala kemanusiaan manusia mana pun.
Setipa bada (usai) Magrib selalu kami biasakan untuk selalu tadarus (membaca dan sedikit menguak isinya). Bukan hanya sendiri, tapi kebiasaan ini juga dilakukan oleh seluruh keluargaku, termasuk anak-anak. Sehingga rumah kami, setiap bada Magrib selalu dipenuhi dengan suara-suara al Quran. Suara-suara yang selalu menetramkan hati setelah seharian mengurusi dunia ini maka pada bada Magrib ini ingin sekali rasanya kami bermain hati melalui pembacaan Kitab Suci.
Segala Kitab Suci pasti akan berisi huruf dan kata serta kalimat yang akan selalu menginspirasi dan menggejolakkan hati. Setiap resah, kami selalu melesapkan rasa itu di antara huruf, kata, dan kalimat Kitab Suci. Pada saat pembacaan itu, sepertinya, kami selalu menemukan teman bicara yang mampu melesapkan resah itu dari hati kami. Sehingga ketenangan itu muncul kembali.
Ketika sakit dan mendengar pembacaan oleh suara cempreng anak pun hati ini selalu mendapat obat paling mujarab. Seakan-akan setiap hurufnya selalu meluncur ke tempat paling ujung dari sakit dan menggantinya dengan ketentraman paling dalam. Dan memang telah disebutkan bahwa dengan berzikir mengingat Tuhan, hati kita akan menjadi semakin tenang dengan memasrah dan mengagungkan-Nya?
Kalau dikatakan "Dengan membaca buku kita bisa melihat dunia", maka tak salah jika dikatakan, "Dengan membaca Kitab Suci kita bisa memahami bukan lagi cuma melihat dunia ini"? Bahkan bukan sekadar memahami, "Dengan membaca Kitab Suci, kita bahkan mampu memahami hidup ini"?
Tapi sayang, Kitab Suci sudah semakin tak menarik bagi umat di akhir zaman ini. Lihat saja, mereka yang mengaku beragama tapi melupakan Kitab=kitab Sucinya. Ini bukan kejadian untuk agama tertentu, tapi semua pemeluk agama. Mereka menjadi gersang hidupnya karena melupakan Tuntunan Ilahi.
Siapa pun yang tak mau kembali menyusuri jalan-jalan Tuhan yang sudah disediakan dalam Kitab-kitab Sucinya, maka ia kan tersesat-sesat. Dan lebih menyedihkan lagi, jika mereka yang tersesat itu tak pernah merasakan ketersesatannya. Sehingga jalan sesatnya semakin jauh.
Apa yang menunjukkan ketersesatan jalan sesorang?
Pertanda paling jelas dari ketersesatan hidup seseorang adalah ketika dia tak menghargai kemanusiaan dirinya. Ketika seseorang tak mampu menghargai kemanusiaan dirinya, jangan berharap sedikit pun terhadap orang tersebut untuk menghargai kemanusiaan orang-orang lain, baik yang sama, bahkan yang berbeda dengan dirinya secara suku, bangsa, ras, kulit, agama, dan banyak hal lagi. Orang yang sudah tersesat dan tak menghargai kemanusiaan dirinya kan terus terpeleset dalam lubang kenistaan yang kadang-kadang tak disadarinya.
Hal demikian semakin berbahaya jika dialami oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang tersesat akan menyengsarakan orang yang dipimpin, tetangganya, bahkan orang lain. Bukan hanya manusia, tapi juga binatang dan alam semesta. Alangkah nistanya dia. Dan kita pernah punya Hitler, Musolini, dan lainnya.