Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Tuhan dan Taruhan Pascal

Diperbarui: 10 Maret 2019   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: immediate.co.uk

Manusia modern berada dalam kegelisahan panjang ketika sains terus mendesak masuk ke wilayah kekuasaan Tuhan. Para petani kuno yang merasa sebagai puncak penciptaan, mencari tuhan apapun untuk disembah. Namun begitu sains muncul, agama terutama di dunia Barat bergeser kepada pemujaan manusia.

Humanisme menjadi agama baru manusia modern yang belum lama melewati revolusi sains. Ide-ide dasar humanisme seperti liberalisme, komunisme, dan Nazisme misalnya memusatkan seluruh dinamika kosmos kepada kepentingan manusia. Semuanya menjadi paradoks karena humanisme bertugas memastikan tidak ada satu manusiapun boleh tersakiti, bahkan oleh tuhan. 

Kejahatan berlandaskan tuhan di abad kegelapan dijadikan alasan pematahan mitos dengan cara ini: Tuhan tidak mungkin jahat. Tuhan penghukum dan pemarah yang melirik dengan kejam di atas ketinggian hanyalah imajinasi manusia kuno. 

Tuhan yang bersekongkol dengan iblis untuk mengusir Adam, jangan-jangan bukan tuhan. Jika demikian adanya, tuhan tidak ada. Karena Dia begitu mulia. Begitu kira-kira.

Dalih lainnya, para saintis meminjam Tuhan Aristoteles yang berada jauh di ujung semesta raya. Tuhan hanya sebagai penggerak pertama (prima causa), dan memberikan percikan ilahi kepada manusia. Setelah itu tuhan beristirahat atau mati ketuaan. 

Jika tuhan tidak juga mati, maka mereka meminjam Orang Gila ciptaan Nietzsche untuk membunuhnya. Atau segera percaya pada Kosmolog Stephen Hawking yang menjelajah semesta raya dan tidak melihat tuhan yang ia cari di Horizon Peristiwa sebagai pembatas ruang dan waktu.

Apa kata Carl Sagan yang mendapat julukan The People's Astronomer. "Gagasan bahwa sosok Tuhan adalah seorang pria kulit putih besar dengan janggut yang menjuntai dan sedang duduk di atas langit untuk menghitung berapa banyak burung gereja yang jatuh, adalah sangat menggelikan. 

Tapi jika 'Tuhan' itu berarti seperangkat hukum fisika yang mengatur alam semesta, maka itulah yang disebut Tuhan". Sagan menyangkal sebagai seorang ateis dan hanya mengaku agnostik.

Salah satu dogma humanisme Barat adalah bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Tidak ada takdir, yang ada hanyalah eksistensialisme. Kegelisahan eksistensialis menjadi tema utama era romantisme Eropa. Pergulatan antara etik dan estetik terselesaikan dalam dialektika kronologi.

Bila di abad kegelapan, ateis adalah kejahatan tak terampunkan, maka zaman ini ateisme adalah lifestyle. Apakah kemudian pemuja humanisme mengaku paling modern? tidak sebentar lagi. Teori ini segera kuno, ketika para saintis sedang mengaktifkan bom waktu di laboratorium.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline