Lihat ke Halaman Asli

Anjani Eki

Penikmat Fiksi

Cerpen | Kematian Kota Tua

Diperbarui: 26 Desember 2019   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wallpapercave.com

Alya mengenggam lengan kirinya yang berlumuran darah. Bergerak secepat mungkin dengan sisa tenaga. Dia merogoh kunci  di saku jeans dan sejenak menatap lorong apartemen yang sepi. Napasnya tertahan.

Langkah kaki penumpang berdentum di lantai stasiun MRT. Semua mengenakan masker dan sarung tangan. Saling menjaga jarak. Tak ingin bersentuhan. Penumpang berbaris rapih menunggu pintu kereta terbuka . Gadis pirang bersepatu merah turun perlahan. Serasi dengan cat kuku merahnya yang menyala.

Kota tua itu dilanda virus influenza atau mungkin mirip. Demam tinggi, sakit kepala, pilek, nyeri otot. Setelah satu minggu batuk yang tetinggal. Mestinya dengan istirahat akan sembuh dengan sendirinya. Tapi tidak. Batuk itu akan semakin dalam dan keras. Menghentakkan tubuh. Mengalirkan keringat. Mempompa darah keluar dari hidung dan telingga.

Alya membasuh lengannya dengan kain bersih seadanya. Menekan sekuat mungkin. Dia mengigit t-shirt untuk meredam suaranya. Peluh mengucur deras. Air mata menetes. Diambilnya napas panjang dan ditekan lengannya lebih keras lagi. Microchip keluar dari lengan dengan darah yang lebih pekat.

Korban berjatuhan. Sebagian penduduk mencoba pindah ke kota lain. Tapi gagal. Mereka ditolak. Tidak ada yang ingin tertular. Kota itu penjara besar. Tentara dengan senjata lengkap berjaga di perbatasan. Bahan makanan menipis. Apotek dijarah masa. Merebutkan antobiotik seperti harta karun.

Dengan adanya pelabuhan dan bandara, kota tua itu sangat strategis. Jenderal Max ingin menjadikan markas bagi pasukannya . Penolakan walikota membuatnya geram. Sang Jenderal meminta Dokter Drey untuk membunuh seluruh penduduk kota itu dengan virus sebagai senjata pembunuh massal. Dokter Drey menolak dan memilih ditahan. Namun dia berhasil menyimpan kloning virus itu dalam tabung khusus. 

Gadis pirang itu anak buah Jendral Max yang dikirim ke kota tua  untuk menghancurkan semua laboratorium dan membunuh ilmuwan. Kecuali putri Dokter Drey yang sengaja dibiarkan lolos. Namun gadis pirang itu merobek lengan kiri Alya dan menanam microchip didalamnya. Melacak laboratorium pribadi milik dokter Drey yang mungkin menyimpan penawar kematian.

Pukul 06.00 Pagi. China Town tampak sepi. Alya menatap deretan lapak berjajar tanpa penghuni. Lampion yang mengantung berayun. Tertiup angin bercampur gerimis. Dia mendekap kedua tangannya.

Samar seorang pria berbadan tegap muncul dari ujung jalan, memakai jas coklat bertopi hitam. Tangan kirinya membawa koran. Dia mendekat memasukkan tabung ke dalam mantel Alya dan berlalu sambil menghisap batang rokok.

Tabung itu berisi virus penghasil antibodi yang berwujud protein. Ayahnya telah melakukan rekayasa genetika dari jenis virus yang sama. Virus yang digunakan untuk membunuh secara massal.

Lengan kiri Alya berdenyut. Kali ini lebih kuat. Dia tersadar malam itu microchip tersebut patah. Yang tertinggal sebagian di dalamnya memperbaiki diri dan kembali menjadi utuh. Posisi Alya terbaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline