Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Pilkada 2020, Eranya Kaum Muda Memimpin Daerah

Diperbarui: 29 Oktober 2020   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aditya Rizki Pradana (berkopiah) anak muda Bangka Selatan yang ikut dalam kontestasi Pilkada 2020 di Bangka Selatan (Foto pribadi)

Pilkada serentak 2020 ini, tampaknya memberi ruang demokrasi secara terbuka kepada para kaum muda, kaum millenial untuk ikut berkompetisi dalam kontestasi pesta demokrasi lima tahunan ini sebagai pemimpin daerah. 

Apakah di daerah Kabupaten sebagai Bupati/Wakil Bupati, di Kotamadya sebagai Walikota atau Wakil Walikota atau di level Provinsi sebagai Gubernur/Wakil Gubernur.

Apalagi kiprah anak-anak muda di dunia politik mendapatkan dukungan langsung oleh Mahakamah Konstitusi (MK) melalui Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang batas usia pencalonan kepada daerah khususnya Walikota dan Wakil Walikota serta Bupati dan Wakil Bupati minimal berusia 25 tahun.

Kehadiran anak-anak muda, kaum millenial selalu membawa harapan baru bagi penyegaran dan terwujudnya perbaikan kualitas politik dan progresifitas ekonomi. Karena itu, anak muda agar tidak diposisikan menjadi pelengkap dan dimanipulasi oleh kepentingan-kepentingan status quo.

Diminta atau tidak diminta, belajar dari sejarah, sebagai sebuah kekuatan politik yang nyata, anak muda, kaum millenial sebenarnya akan selalu terlibat dan berpartisipasi. Bahkan, jika perlu mengoreksi, dalam situasi-situasi politik yang krusial bagi bangsa.

Apalagi secara demografi, jumlah anak muda di Indonesia saat ini cukup besar. Sebesar 40 persen pemilih pada Pemilu 2019 lalu, diperkirakan berasal dari kategori pemilih muda. Besarnya jumlah anak muda ini membawa harapan semakin baik dan responsifnya kualitas tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan sosial ekonomi Indonesia.

Kehadiran figur muda berprestasi dan memiliki kompetensi  di dunia politik, patut disambut baik karena dapat memberi warna baru dalam orkestrasi demokrasi kita. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa anak muda perlu terjun ke politik.

Pertama, untuk menjalankan kepemimpinan 4.0, yakni kepemimpinan yang punya imajinasi tentang masa depan, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan global, menguasai berbagai teknik dan kecerdasan sosial yang dibutuhkan saat ini

Kedua, menjawab tantangan bonus demografi. Indonesia pada 2020-2035 akan menghadapi ledakan jumlah penduduk usia produktif (berusia 15 tahun hingga 64 tahun) yang mencapai 70%. 

Ledakan jumlah penduduk usia produktif tersebut membuat skema pembangunan Indonesia tidak bisa lagi hanya bersandar pada generasi lama atau tua.

Anak muda, terutama yang punya prestasi, perlu terlibat dalam pembangunan daerah. Anak muda dinilai lebih kreatif dan terbiasa dengan cara berpikir dengan menggunakan perspektif yang baru  sehingga bisa mendobrak dan mampu menggerakkan birokrasi dengan cara-cara kekinian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline