Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Tiga Lelaki Istimewa

Diperbarui: 10 April 2016   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kalau saya menjadi anda, maka saya akan mundur. Dan menyerahkan jabatan kepada pimpinan karena saya merasa telah gagal memartabat amanah dari pimpinan dan berimbas terhadap nama baik daerah ini. Tak ada warisan yang patut diwariskan untuk anak negeri ini," ungkap Calog.

"Selama tidak ada intruksi dari pimpinan untuk mundur, maka saya tidak akan meninggalkan amanah dan tanggungjawab ini. Saya bekerja berdasarkan aturan. Bukan hanya mengandalkan hati nurani semata, Bung," jawab Cagal.

"Setiap orang punya prinsip masing-masing dalam gaya hidup. Ada yang menjadikan amanah sebagai pengabdian untuk orang banyak. Dan ada pula yang mengabdi pada jabatan sehingga sangat sayang dengan jabatan. Bahkan ada yang rela tidak mendapatkan kasih sayang hanya untuk sebuah jabatan. Itu manusiawi sekali Bung," ujar Calik.

Diskusi ketiga lelaki disudut sebuah warkop malam itu memang tampak sangat serius dan menyedot perhatian dari pengunjung Warkop. Maklum ketiganya dikenal sebagai para lelaki yang memiliki latar belakang pendidikan dan ruang pengabdian yang berbeda.

Calog adalah lelaki dengan latar belakang sebagai jurnalis. Sementara Cagal adalah lelaki yang menduduki posisi dalam birokrasi. Sedangkan Calik adalah tokoh pergerakan yang sangat idealis. ketiganya dikenal menjalin persahabatan yang sangat kental. Tapi ketiganya dikenal warga sebagai lelaki yang saling berseberangan dalam menyikapi persoalan yang ada di daerah. 

Dan ketiganya dikenal sebagai lelaki yang memberi warna dalam dinamika kehidupan demokrasi di tempat mareka tinggal. Setidaknya gaya persahabatan mareka yang sarat dengan perdebatan saat bertemu, selalu menjadi menu utama para pengunjung Warkop.

"Aku heran dengan Calog, Cagal dan Calik. Ketiganya bersahabat baik. Tapi ketiganya dikenal sangat berseberangan dalam pemikiran dan tindakan," ujar seorang pengunjung Warkop pada suatu pagi yang matahari harus berkalungkan kabut asap.

"Iya. Tapi mareka tetap bersahabat. Itu yang membuat aku salut dan bangga dengan kehidupan silaturahmi mareka. Patut dipuji. Layak dicontoh," sambung pengunjung lainnya.

"Mareka kan sudah dewasa dalam pemikiran. Dewasa dalam berorganisasi sehingga semua perbedaan tak harus dibawa dalam hati. Itu lah dinamika demokrasi. Esensi sebuah demokrasi. Saling menghargai pendapat," papar pengunjung lainnya yang dikenal dekat dengan ketiga lelaki itu.

"Dan yang harus kawan-kawan pahami ketiganya tak pernah membawa persoalan pribadi dalam diskusi mareka. Bahkan mareka saling menutupi," sambung lelaki itu.

Jalinan persahabatan ketiga lelaki istimewa itu memang membuat iri para warga Kota. Tak heran ada yang berusaha menabur api dalam menyikapi akrabnya persahabatan. Mareka berusaha memisahkan jalinan persahabatan ketiga lelaki itu dengan narasi yang berbau provokasi. Keakuran ketiganya dalam bersahabat seakan menjadi batu sandungan bagi beberapa orang. Dan usaha untuk mengaplikasikan gaya devide et impera persahabatan ketiganya pun selalu ada. Selalu muncul. Sebuah dinamika kehidupan Kota yang mulai ramai dengan hiruk pikuk demokrasi dan intrik yang kadang tak berlandaskan akal sehat dan hati nurani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline