Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Hari yang Paripurna

Diperbarui: 6 November 2020   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://cdn.pixabay.com

Musim-musim berlaluan tanpa tercatat. Buku risalah telah penuh oleh coretan yang mampat. Sunyi dan segala rasanya saling berpagut dengan mesra. Menunggu berdamainya cuaca. Dengan apa saja yang sering disebut dengan matahari, bumi, hujan, dan canda tawa.

Kabut dan luput saling beriringan semenjak dimulainya pagi. Matahari adalah penyemai yang baik hati. Mengingatkan tentang kebenaran yang panas. Memberikan jejak-jejak yang jelas bagi para penyintas.

Bumi masih punya jutaan mimpi. Tersimpan rapi di balik dinihari. Jangan sampai dilanun oleh kekacauan. Dari pikiran-pikiran yang jungkir balik belingsatan.

Air hujan bukanlah airmata dari langit yang sedang sakit. Tapi merupakan spektrum dari manis, cuka, dan pahit. Berguguran di saat yang tepat. Ketika tanah-tanah yang retak tak lama lagi terbelah oleh udara yang mampat.

Canda tawa pecah di waktu senja. Mengaminkan kehadiran sandyakala. Ketika matahari, bumi dan hujan sama-sama menutup pertunjukan drama. Di hari yang beranjak paripurna.

6 Nopember 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline