Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi│Serenade Pagi

Diperbarui: 4 November 2018   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.lentera.my.id

Apabila aku menggambarkan pagi seperti dara muda yang sibuk merias diri. Barangkali tak ada salahnya aku memberinya kecupan hangat melalui bibir matahari. Lalu saat pagi menggeliat karena merasa hangat, saat itulah aku bisa melihat. Kabut-kabut yang berjatuhan. Itu membahagiakan.

Jika aku berkeras menyebut pagi sebagai kekasih. Mungkin saja kecemburuan akan merebak di mana-mana. Dari cemara yang seketika mematahkan jarum-jarumnya. Dari kamboja yang mengugurkan semua bunganya ke tanah sebelum waktunya. Juga dari burung-burung penembang yang tak mau lagi mendermakan suara secara cuma-cuma.

Di saat semuanya merasa patah hati. Aku akan membawa pagi pergi. Menyusur sungai, melewati pematang sawah, singgah di dangau petani, menyentuh lembut bulir-bulir padi yang mulai berisi. Aku bagi pagi buat itu semua. Bukan buat para penidur yang bangun kesiangan, lalu pura-pura merasa kehilangan.

Sesudahnya aku akan mengajak pagi mengunjungi kolam ikan. Memberi makan melalui luruhan daun keladi, mengajak mereka bercanda dengan melempar remahan roti, sekaligus mencicipi apa yang disebut sebagai ketenangan.

Aku menganggap pagi sebagai kekasih yang baik hati. Tapi bagi pagi, aku adalah kekasih yang jalang. Tak lama berselang, begitu petang hendak menjelang, aku sudah melemparkan tatapan binal pada senja yang datang.

Aku ingin membantah. Tapi mata pagi terlanjur membasah.

Bogor, 4 Nopember 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline