Lihat ke Halaman Asli

Miftahul Abrori

Menjadi petani di sawah kalimat

Cerbung | Kemarau Sang Perawan (Part 3)

Diperbarui: 4 Februari 2020   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diolah dari pixabay

Prasetyo terdiam dalam sekian detik. Mulutnya terkunci, tak mampu melanjutkan kalimat. Padahal baru saja ia memaparkan penolakan rencana proyek pabrik semen di bukit Sigit.

Baca: Kemarau Sang Perawan Part 1

Pernyatan lik Sutris membuat jantungnya berdegung kencang menahan amarah. Darahnya mendidih. Seketika pandangannya kosong. 

Ia tak peduli dengan rapat yang masih berjalan. Lik Sutris menyebut Anik, kekasihnya sebagai perawan hamil tanpa suami di desanya. Pantas saja mbah Hadi dan ayahnya berkelit ketika Pras menanyakan tentang kebenaran kabar tersebut. 

Baca: Kemarau Sang Perawan Part 2

Pras masih terngiang-ngiang perkataan lik Sutris jika Anik dianggap sebagai malapetaka. Anik disebut sumber kutukan sehingga kemarau panjang menjelma bencana yang harus ditanggung seluruh warga. 

Rapat ditutup dengan pernyatan pak Baskoro mewakili pemerintah kabupaten. 

"Baiklah, kami akan meninjau kembali wacana proyek pabrik semen. Kami justru tertarik dengan usulan mas Prasetyo terkait paket wisata di kawasan Sigit." 

*** 

Selesai rapat Prasetyo mengajak lik Sutris berbincang- incang di warung kopi dekat pasar. 

"Panjenengan tadi bilang Anik hamil. Benar ta, Lik?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline